Senin, 21 Februari 2011

Mahasiswa UMY raih beasiswa ke Sias International University

Mahasiswa UMY raih beasiswa ke Sias International University

Yogyakarta- Sebanyak tiga mahasiswa Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) memperoleh beasiswa dari Sias International University, Cina. Selama setahun, mereka akan mengenyam pendidikan Chinese Studies Program yang memfokuskan mahasiswa Internasional di luar Negara Cina untuk mempelajari budaya dan bahasa Cina.

Menurut Kepala Urusan Kerjasama UMY, Muhammad Zahrul Anam, M.Si, sebagai universitas yang berstandar internasional, Sias International University mempunyai prospek penting bagi peningkatkan ilmu pengetahuan dan pengembangan karir. “Saat ini Negara Cina berkembang sangat pesat, terutama dalam segi perekonomiannya. Populasi masyarakat Cina juga tersebar di hampir seluruh Negara di dunia. Kondisi ini menjadikan Cina sebagai Negara yang mempunyai pengaruh kuat di dunia. Melalui beasiswa ini, diharapkan ketiga mahasiwa dapat mengambil manfaat positif dari Negara tersebut,” terangnya di ruang kerjanya, Kampus Terpadu, Jumat (18/2).

Selain itu, Zahrul menilai dengan mempelajari bahasa Cina, hal ini akan menunjang kemampuan bahasa Mandarin yang banyak digunakan dalam dunia bisnis sehingga diharapkan nantinya akan memudahkan mereka dalam mengembangkan dan meniti karir selepas sarjana.

Ketiga mahasiswa tersebut, Rizkya Ratri Winaswari (International Class Program FISIPOL UMY jurusan Hubungan Internasional), Fahrizal Basanto Ramadhan (FISIPOL UMY jurusan Hubungan Internasional), dan Felisma Choirunnisa (International Program for Islam Economics and Finance). Diagendakan ketiganya akan menjalani perkuliahan dan mengikuti jadwal pada semester tahun ini.

Salah seorang penerima beasiswa, Rizkya Ratri Winaswari menuturkan kesempatan selama setahun tersebut akan digunakannya untuk saling mempromosikan kebudayaan dua negara antara Indonesia dan Cina yang memang memiliki keragaman budaya. “Dengan beasiswa ini, saya berharap tak sekadar mengenal, mempelajari, dan memahami keaneka ragaman budaya dan bahasa Cina saja, namun juga mempromosikan identitas dan komunitas Muslim di sana sehingga pemahaman budaya bagi mahasiswa antar kedua Negara menjadi semakin erat dan saling membangun,” ujar mahasiswi UMY yang hobi menari tari klasik Jawa tersebut.

Pengalaman Rizkya yang sebelumnya pernah menerima beasiswa dan menimba ilmu di Amerika Serikat, diakuinya juga menjadi motivasi tersendiri untuk mengikuti seleksi beasiswa ini. “Motivasi terbesar untuk meraih beasiswa ini memang saya ingin melihat sesuatu dari berbagai sisi. Semakin banyak pengalaman yang kita dapatkan dengan bertemu banyak orang dari berbagai latar belakang pendidikan, pemikiran, dan budaya, hal itu bisa memperkaya pengetahuan dan membuka pikiran lebih terbuka sehingga tidak terpaku pada satu sisi semata,”urai Rizkya. (umy.ac.id)

Minggu, 20 Februari 2011

Mars Muktamar 1 abad Muhammadiyah

MARS MUKTAMAR 1 ABAD MUHAMMADIYAH

MARS MUKTAMAR 1 ABAD MUHAMMADIYAH
Lagu : Dwiki Darmawan
Syair: Din Syamsuddin

Seabad gerak waktu
Sang Surya bersinar selalu
dalam berkat rahmatMu
cerahi peradaban mutu
Jutaan insan bersatu
ribuan amal berpadu
dalam lingkar syahadat
bawa Islam penuh rahmat
Ke Jogja kita kembali
Abad kedua kita mulai
tekad membaja di hati
walau jalan mendaki
Ayo bergandengan tangan
hadapi sgala tantangan
gerakkan lasykar zaman
jayalah masa depan
Muhammadiyah satu abad
saat kita bergembira
atas segala nikmat
cabang ranting semua bersua

Ke Jogja kita kembali
Abad kedua kita mulai
tekad membaja di hati
walau jalan mendaki
Ayo bergandengan tangan
hadapi sgala tantangan
gerakkan lasykar zaman
jayalah masa depan

Ke Jogja kita kembali
Abad kedua kita mulai
tekad membaja di hati
walau jalan mendaki
Ayo bergandengan tangan
hadapi sgala tantangan
gerakkan lasykar zaman
jayalah masa depan

Judul-judul Lagu Muhammadiyah

  1. Mars Muktamar Muhammadiyah 1 Abad
  2. Mars Muhammadiyah
  3. Mars 'Aisyiyah
  4. Mars Hizbul Wathan
  5. Mars Pemuda Muhammadiyah
  6. Mars Nasyiatul 'Aisyiyah
  7. Mars Tapak Suci Putera Muhammadiyah (TSPM)
  8. Mars Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)
  9. Mars Ikatan Pelajar Muhammadiyah (IPM)
  10. Sang Surya
  11. Hymne Hizbul Wathan
  12. Mars Wathoni
  13. Nasyiahku Sayang
  14. Mars Bangkitlah HW

Hymne HW Panduku

Hymne HW Panduku

Hizbul Wathan bangkit dan melangkah
Putra putri Muhammadiyah
Pandu Pembela Tanah Air tercinta
Kader Pemipin Bangsa
Bersemboyan fastabiqul khairat
Dengan semangat pantang surut


Membina insan yang berakhlak mulia
Teguh iman dan bertaqwa
Hizbul wathan itulah panduku
Disanalah kita bersatu
Berbakti demi nusa dan bangsa
Masyarakat sejahtera


Hizbul wathan mengemban tugasnya
Memenuhi janji pandunya
Dengan ikhlas beramal usaha
Qur’an Hadits pedomannya

Mars Wathoni

MARS WATHONI

PEMUDA MUHAMMADIYAH ANAK HIZBUL WATHAN...
PANDU BERDASAR ISLAM QUR'AN HADITS UNTUK WATHAN...
MARILAH TEMANKU SAUDARAKU BANGSAKU BERSATU MENJUNJUNG AGAMAMU YANG TENTU
RAPATLAH TEMANKU BEKERJA YANG SUNGGUH DALAM HIZBUL WATHAN
@@@
PEMUDA HIZBUL WATHAN TAKUT KEPADA TUHAN
BEKERJA YANG SABAR IKHLAS HATI SERTA TAHAN.....
HARUS KITA YANG KUAT BERJALANKU YANG CEPAT KITA HARAP SANGATR BERSATU YANG RAPAT
AGAR LEKAS DAPAT TUJUAN YANG TEGAK DALAM HIZBUL WATHAN

Mars Wathoni

MARS WATHONI

PEMUDA MUHAMMADIYAH ANAK HIZBUL WATHAN...
PANDU BERDASAR ISLAM QUR'AN HADITS UNTUK WATHAN...
MARILAH TEMANKU SAUDARAKU BANGSAKU BERSATU MENJUNJUNG AGAMAMU YANG TENTU
RAPATLAH TEMANKU BEKERJA YANG SUNGGUH DALAM HIZBUL WATHAN
@@@
PEMUDA HIZBUL WATHAN TAKUT KEPADA TUHAN
BEKERJA YANG SABAR IKHLAS HATI SERTA TAHAN.....
HARUS KITA YANG KUAT BERJALANKU YANG CEPAT KITA HARAP SANGATR BERSATU YANG RAPAT
AGAR LEKAS DAPAT TUJUAN YANG TEGAK DALAM HIZBUL WATHAN

Mars Nasyiatul 'Aisiyah

Mars Nasyiatul ' Aisyiyah

Nasyiah yang Bersimbul Padi
Terdidik Tiap Hari
Kemulyaan Islam Dicari
Bekerja Digemari

Nasyiah yang Bersimbul Padi
Simbul Kumpulan Putri
Hidup Berdiri
Rahmat Tuhanku Memberi

Bersatu di dalam Nasyiah
Dari Putri 'Aisyiyah
Simbulnya Padi Berbahagia
Umat Sluruh Dunia

Mars Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah

MARS IMM
I = G.2/4
Lagu : Mursjid
Syair : M. Diponegoro


Ayolah Ayo-ayo....
Derap derukan langkah
Dan kibar geleparkan panji-panji
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah
Sejarah Ummat Telah Menuntut Bukti

Ingatlah Ingat-Ingat....
Niat tlah di ikrarkan
Kitalah cendekiawan berpribadi
Susila cakap taqwa kepada Tuhan
Pewaris Tampuk Pimpinan ummat nanti
Reff:
Immawan dan Immawati
Siswa teladan Putra harapan
Penyambung Hidup generasi

Ummat Islam seribu zaman
Pendukung cita-cita luhur
Negri indah adil dan makmur

Mars Pemuda Muhammadiyah

Mars Pemuda Muhammadiyah

Kita Pemuda Muhammadiyah
Qur'an dan sunnah dasar hidup kita
Membangun dengan ilmu dan amal
Dalam jihad fisabililllah
Teguhkan sikap hidup kita
Amar ma'ruf nahi munkar
Rela berkorban jiwa raga
Wujudkan masyarakat utama
Slalu siap sedia slalu bergembira
Masa depan hidup kita
Berlomba-lomba dalam kebaikan
Indonesia kita jaya !!

Tuntunan Islam Tentang Hemat Air

Tuntunan Islam Tentang Hemat Air

Islam terkait sekali dengan air, karena setiap orang Islam yang mau beribadah atau melaksanakan hubungan vertikal dengan Tuhannya, melalui shalat, dia berurusan dengan air terlebih dahulu untuk digunakan dalam berwudlu. Ketika ia mempelajari Islam, maka biasanya ia akan mengkaji Fikih. Bab pertama yang akan dipelajarinya lazimnya adalah masalah thaharah (bersuci) yang sangat terkait dengan air.
Dalam kehidupan sehari-hari, manusia ternyata sangat membutuhkan air, baik untuk urusan domestik (rumah tangga, seperti minum, mandi dan cuci) dan irigasi ketika manusia masih di era agraris maupun untuk urusan industri ketika manusia memasuki era industri. Bila ada demand (kebutuhan), maka harus ada supply (penyediaan). Ketersediaan air berasal dari air permukaan (sungai dan danau), air dalam tanah dan mata air, yang dari tahun ke tahun cenderung berkurang akibat kerusakan lingkungan. Sementara itu, kebutuhan akan air dari waktu ke waktu semakin meningkat akibat peningkatan jumlah penduduk dan pertumbuhan industri. Bila dua kecenderungan yang bertolak belakang ini dibiarkan, akan muncul masalah berupa kesenjangan antara ketersediaan air dan kebutuhan akan air yang sekarang mulai dirasakan.
            Kajian dimulai dari bagaimana al-Quran, sebagai sumber ajaran Islam, memberikan apresiasi terhadap air. Untuk memperoleh pemecahan yang tepat, perlu juga dikaji bagaimana al-Quran menjelaskan tujuan (sekaligus fungsi) manusia diciptakan Tuhan, karena siapa tahu ada yang perlu direvisi dari pola hubungan antara manusia dan alam yang mewarnai era industri. Setelah itu, perlu diketahui juga—walau tidak secara  rinci—perilaku pemeluk Islam yang terkait dengan penggunaan air dan menjaga ketersediaan air. Adakah kesenjangan antara perilaku mereka dan informasi/ajaran al-Quran tentang air? Bila ada, faktor-faktor apa kira-kira penyebabnya? Dengan mengetahui faktor-faktor penyebab, dapat dikembangkan kebijakan-kebijakan publik, sehingga efesiensi/hemat dalam penggunaan air tidak menjadi tanggung jawab individu semata, tetapi juga menjadi tanggung jawab kolektif, termasuk pengambil kebijakan publik.

Apresiasi Islam terhadap Air
            Islam, melalui al-Quran, memberi penegasan bahwa air tidak semata merupakan kebutuhan manusia, untuk ibadah wudlu (Q.S. al-Mâidah [5]:6) dan diminum (Q.S. al-Baqarah [2]:60; al-Hijr [15]:22; al-Nahl [16]:10; dan al-Wâqi`ah [56]:68-69), namun juga kebutuhan tumbuhan dan hewan (Q.S. al-Baqarah [2]:22; al-Nahl [16]:10-11; Thaha [20]:53; al-Mu’minûn [23]:19; dan al-Naba’ [78]:14-16). Lebih dari itu, air ternyata menjadi salah satu unsur penciptaan makhluk hidup (Q.S. al-Anbiyâ’ [21]:30), termasuk hewan (Q.S. al-Nûr [24]:45) dan manusia (Q.S. al-Furqân [25]:54}. Ditegaskan juga bahwa tanah yang tandus dapat menjadi subur melalui air (Q.S. al-Baqarah [2]:164; al-Hajj [22]:5; dan al-Rûm [30]:24).
            Lebih lanjut al-Quran menjelaskan ketersediaan air di bumi ini melalui air permukaan (dengan banyak penggunaan kata air hujan pada ayat-ayat di atas), air dalam tanah dan mata air (Q.S. al-Zumar [39]:21; dan al-Qamar [54]:12). Melalui penafsiran terhadap Q.S. al-Mu’minûn [23]:18: “… dan sesungguhnya Kami benar-benar berkuasa menghilangkannya(air),” di mana kata ‘Kami’—demi menjaga keesaan-Nya—difahami ‘Allah dengan melibatkan partisipasi makhluk-Nya’, manusia dapat menjadi penyebab menipisnya ketersediaan air. Sementara itu, melalui penafsiran terhadap Q.S. al-Wâqi`ah [56]:70: “Kalau Kami kehendaki niscaya Kami jadikan dia (air yang diminum manusia) asin, maka mengapakah kamu tidak bersyukur?” di mana kata ‘Kami’ difahami seperti pada Q.S. al-Mu’minûn [23]:18, manusia dapat menjadi penyebab menurunnya kualitas air. Akhirnya, melalui penggalan terakhir Q.S. al-Wâqi`ah [56]:70, tersirat dari kata ‘bersyukur’ tanggung jawab manusia untuk menjaga kualitas air (dan juga ketersediaannya).
            Mengapa manusia memiliki tanggung jawab demikian? Penjelasan berikut akan menjawab pertanyaan ini melalui penggambaran al-Quran tentang tujuan/fungsi penciptaan manusia.
            Manusia diciptakan Tuhan dengan tujuan mengemban dua tugas sekaligus yang saling melengkapi. Pertama-tama, manusia dipandang sebagai khalifah (Q.S. al-Baqarah [2]:30; dan Hûd [11]:61), tetapi pada saat yang sama manusia juga adalah hamba (Q.S. al-Dzâriyât [51]:56). Sebagai khalifah, manusia wajib aktif menjaga harmoni alam dan menyebarkan rahmat ke dalamnya, sebagai konsekuensi dari manusia menjadi pusat alam. Walau pusat, manusia tidak ditempatkan di atas alam  dan menganggapnya sebagai ‘musuh yang harus ditaklukkan’—sebuah pandangan  yang jelas berbeda dari pandangan yang berkembang di Barat. Konsekuensi dari tauhid, alam dan manusia merupakan kesatuan, berkedudukan setara. Tetapi sebagai hamba, manusia harus pasif, dalam pengertian tunduk kepada Tuhan, dan menerima rahmat yang mengalir padanya. Sama halnya dengan Tuhan yang menghidupkan dan merawat alam, manusia harus merawat alam sekelilingnya. Itulah wujud ketundukkannya kepada Tuhan. Ia tidak dapat mengabaikannya, kecuali dengan mengkhianati kepercayaan yang diberikan kepadanya.
            Tujuan penciptaan manusia dalam Islam, seperti sudah dijelaskan, membawa konsekuensi pada pola hubungan antara manusia dan alam yang setara di mana manusia menjaga harmoni alam. Pola ini jelas sangat berbeda dan karenanya dapat merevisi pola hubungan antara manusia dan alam yang selama ini dikembangkan masyarakat industri, yaitu absolutisme manusia—pandangan yang datang dari humanisme dan rasionalisme Barat abad ke-17. Dalam pola absolutisme ini, manusia menguasai alam, merusak hutan. Bila hutan sudah dirusak, bagaimana ketersediaan air akan terjaga?

Dunia Islam dan Kerusakan Lingkungan
            Meskipun secara ajaran jelas apresiasi Islam terhadap air (dan alam), adakah pada tingkat operasional dunia Islam lebih berhasil dalam menghadapi fenomena krisis air (dan lingkungan)? Ternyata dunia Islam dan kawasan lain non-Islam yang non-Barat mendapatkan kenyataan yang sama: tidak lebih baik dalam menghadapi krisis air (dan lingkungan). Mesir dan Pakistan (juga Malaysia dan Indonesia) yang Islam, Thailand yang Budha, India yang Hindu, bahkan Jepang yang Sinto-Budha dengan apresiasinya yang mengagumkan terhadap alam, menderita krisis lingkungan dalam tingkat keparahan yang hampir sama. Apakah kira-kira penyebabnya?
            Penyebab eksternal utama adalah dominasi global Barat, baik secara ekonomi maupun politik. Bermula dari kolonialisme yang mendominasinya, dunia Islam berada dalam posisi menerima ekonomi (termasuk industri), hukum dan teknologi dari Barat, tidak ada ruang untuk melakukan inovasi, tidak ada pilihan lain. Padahal dibalik apa yang diterima itu terkandung pandangan tentang pola hubungan antara manusia dan alam yang menempatkan manusia di atas alam, sehingga menganggapnya sebagai objek yang harus ditaklukkan. Sebagai konsekuensinya, dunia Islam tidak lagi sepenuhnya Islam karena telah kehilangan kearifan Islaminya. Secara internal dunia Islam yang di masa klasik mampu mem-blow up satu ayat tentang wudlu (Q.S. al-Maidah [5]:6) menjadi pembahasan yang serius dan mendominasi buku-buku standar mengenai agama, di masa kontemporernya tidak mampu mem-blow up ayat-ayat lain yang berkaitan dengan lingkungan, kosmologi dan alam (termasuk air)—yang ternyata jauh lebih banyak jumlahnya—sebagai kearifan Islami tentang lingkungan dan alam, dan secara lebih khusus kearifan Islami tentang air.
            Penyebab internal lainnya adalah konsekuensi lain—lebih bersifat sosio-antropologis—dari dominasi ekonomi Barat terhadap dunia Islam, yaitu urbanisasi dengan dislokasi budayanya yang makin menyulitkan aplikasi nilai-nilai Islam dan makin menyuburkan aplikasi nilai-nilai Barat, seperti kecintaan dan keserakahan terhadap materi, dan penundukan manusia atas alam. Satu hal yang tidak boleh diabaikan, sebagai penyebab internal lain krisis lingkungan di dunia Islam, adalah pertumbuhan penduduk yang berimplikasi pada peningkatan kebutuhan lahan dan pekerjaan. Ekses dari peningkatan kebutuhan lahan adalah berubahnya lahan terbuka menjadi bangunan gedung, sementara ekses dari peningkatan kebutuhan pekerjaan adalah penggundulan hutan. Kedua ekses itu, bagaimanapun, akan sangat berpengaruh pada ketersediaan cadangan air.
            Dari penelusuran berbagai faktor penyebab ketidakberdayaan dunia Islam (juga negara-negara berkembang lainnya) menghadapi krisis lingkungan (termasuk krisis air), dapatlah dibuat agenda program pemberdayaan berikut ini.

Program Pemberdayaan
            Agenda program pemberdayaan yang dapat diberi nama ‘gerakan hemat air’ nampaknya tidak dapat lagi didekati secara parsial (bagian per bagian), seperti melalui ajakan kepada individu-individu masyarakat untuk berhemat air, tetapi perlu didekati secara lebih holistik (menyeluruh terpadu) dengan berbagai faktor yang terkait.
            Agenda pertama, memformulasikan kearifan Islami tentang alam (termasuk air), terkait dengan fungsi manusia sebagai khalifah dan hamba Allah, dalam bahasa kontemporer sebagai bagian dari tradisi intelektual Islam. Adakah manfaat dari ajakan atau persuasi berhemat air bila tidak disertai perubahan paradigma tentang pola hubungan antara manusia dan alam, sebagai produk dari pemahaman terhadap kearifan Islami tentang alam?
            Agenda kedua, sosialisasi kearifan Islami tentang alam, baik melalui ajakan atau persuasi kepada masyarakat, khususnya umat Islam, dan kalangan industri, pengguna banyak air (untuk diaplikasikan) maupun melalui dialog dengan pemeluk agama lain (untuk saling memahami dan pengayaan) dan dialog dengan pengambil kebijakan publik (untuk diterapkan dalam undang-undang atau peraturan-peraturan).
            Bila agenda pertama dan kedua lebih bersifat kultural, maka agenda ketiga lebih bersifat struktural, melibatkan elite politik, baik pengambil kebijakan maupun pelaksananya. Gerakan hemat air, dengan demikian, tidak saja menjadi tanggung jawab individu-individu dan asosiasi-asosiasi dalam masyarakat, tetapi juga menjadi tanggung jawab pemerintah. Gerakan hemat air memerlukan dukungan undang-undang atau peraturan yang mengatur, misalnya tata guna lahan, dan tata guna air. Masihkah di masa datang kita melihat kawasan industri dibangun di lahan pertanian produktif  yang nota-bene berfungsi menyerap air? Masihkah di masa datang pengembangan properti, termasuk rumah tinggal, dilakukan secara horisontal yang umumnya mengurangi lahan penyerap air? Apakah masih belum waktunya pengembangan properti secara vertikal, termasuk rumah susun, dengan menyiapkan perubahan dan adaptasi kultural yang bakal terjadi? Masihkah dibiarkan bebas segala bentuk industri memanfaatkan air tanah—yang supply-nya bisa jadi lebih besar dari demand-nya, sehingga terjadi kemubadziran—tanpa kompensasi yang berguna bagi gerakan hemat air? Apakah perencanaan kota di masa datang akan terus mengabaikan pembangunan taman-taman dan danau-danau buatan, dan menggusur lapangan-lapangan terbuka menjadi mal-mal dan perkantoran?
            Agenda keempat tidak kalah pentingnya, walau bersifat penunjang dan tidak langsung, yaitu penciptaan lapangan kerja dan jaring sosial-budaya, sebagai antisipasi terhadap urbanisasi dan dislokasi budaya yang ditimbulkannya.
Siapkah kita melaksanakan agenda-agenda tersebut? Sepanjang hati-nurani yang memandu, dan bukan hawa nafsu keserakahan, insya Allah di bawah bimbingan-Nya kita dapat melaksanakan agenda-agenda yang tidak ringan itu.
            Wal-Lahu a`lam bi al-shawab.

ZULHIJAH, TAHUN BARU HIJRIAH DAN KALENDER ISLAM GLOBAL

ZULHIJAH, TAHUN BARU HIJRIAH DAN KALENDER ISLAM GLOBAL

ZULHIJAH, TAHUN BARU HIJRIAH DAN
KALENDER ISLAM GLOBAL

Syamsul Anwar

            Bulan Zulhijah adalah bulan penutup tahun dalam sistem penanggalan Islam. Sesudah itu dimulai tahun Hijriah baru. Bulan Zulhijah 1431 H yang sedang berjalan sekarang tinggal beberapa hari lagi. Mulai Selasa 7 Desember 2010 M, tahun baru Hijriah 1432 dimulai. Tampaknya seluruh penanggalan Islam di negeri-negeri Muslim akan memulai tahun baru hijriah serentak. Kecuali minoritas Muslim di beberapa negeri yang terletak di timur dan utara seperti Korea, Jepang, dan Rusia, apabila mereka menggunakan prinsip rukyat, maka tahun baru Hijriah mereka tentu akan dimulai pada hari Rabu 8 Desember 2010 M. Hal itu karena pada hari Senin tanggal 06 Desember 2010 M, hilal belum dapat dilihat pada kawasan itu karena posisinya masih rendah sehingga mereka harus menggenapkan Zulhijah 1431 H tiga puluh hari dan oleh karenanya mereka akan memulai Muharram 1432 H hari Rabu 8 Desember 2010 M.   

Ragaan 1: Visualisasi Imkanu Rukyat Hilal Muharam 1432 H
                     Senin 06 Desember 2010 M


            Sebenarnya konjungsi (ijtimak) jelang Muharam terjadi pada hari Ahad tanggal 05 Desember pukul 17:36:50 Waktu Univesal (=pukul 20:36:50 Waktu Saudi; pukul 00:36:50 WIB Senin 06-12-2010 M). Namun tidak ada kawasan dunia yang diperkirakan akan dapat merukyat hilal pada hari Senin mengingat posisi Bulan masih rendah bahkan di kawasan barat dunia sekalipun. Oleh karena itu hilal Muharam diperkirakan akan terlihat pada hari Senin 06-12-2010 M. Pada hari Senin 06-12-2010 M ini kawasan dunia yang diperhitungkan akan dapat melihat hilal cukup luas termasuk Indonesia apabila cuaca baik. Kurve rukyat pada Ragaan 1 (gambar dibuat berdasarkan al-Maw±q³t ad-Daq³qah karya Audah) memvisualisasikan rukyat saat visibilitas pertama di seluruh dunia. Kawasan dalam kurve (garis lengkung) pada peta  merupakan kawasan yang diperhitungkan akan dapat merukyat hilal Muharam 1432 H pada hari Senin 06-12-2010 M menurut al-Maw±q³t ad-Daq³qah. Sedangkan kawasan di luarnya diperkirakan belum dapat melihat hilal.

            Meskipun kawasan dunia yang diperkirakan akan dapat melihat hilal cukup luas, namun memasuki tahun baru Hijriah 1432 tetap tidak akan sama di seluruh dunia bilamana menggunakan rukyat karena saat visibilitas pertama (Senin 06-12-2010 M) tidak seluruh kawasan bumi dimungkinkan rukyat sebagaimana divisualisasikan oleh Ragaan 1. Itulah alasan mengapa rukyat dikatakan tidak dapat menyatukan penanggalan Islam secara global.

            Perlukah kita menyatukan penanggalan Islam secara global, atau sebaliknya cukup penyatuan lokal saja (pada masing-masing negara)? Jawabannya jelas: Kita perlu menyatukan penanggalan itu secara global dengan prinsip satu hari satu tanggal di seluruh dunia. Seorang penulis mengisyaratkan bahwa adanya kalender global Islam yang menyatukan seluruh umat dalam sistem penanggalan merupakan “suatu tuntutan peradaban” dan “tujuan peradaban yang penting.”[1]

            Bulan Zulhijah adalah alasan terkuat mengapa kita harus menyatukan penanggalan Hijriah secara global (sistem penanggalan tunggal), bukan secara zonal, regional atau lokal. Maksudnya bulan Zulhijah menuntut bahwa penyatuan penanggalan umat Islam tidak cukup dilakukan hanya pada tingkat lokal, misalnya dalam satu negara saja, atau hanya pada tingkat regional seperti dalam kawasan Asia Tenggara saja atau Timur Tengah saja misalnya, melainkan menuntut penyatuan secara global dalam arti kalender Islam harus dibuat untuk seluruh dunia dengan prinsip satu hari satu tanggal dan satu tanggal satu hari di seluruh dunia.

            Hal itu adalah karena bulan Zulhijah mengandung satu macam ibadah yang pelaksanaannya oleh umat Islam terkait dengan peristiwa di lokasi tertentu, sehingga hari pelaksanaannya di berbagai penjuru dunia haruslah sama dengan hari terjadinya peristiwa itu di lokasi tersebut. Ibadah dimaksud adalah puasa Arafah. Ibadah puasa Arafah dilaksanakan pada hari jamaah haji melaksanakan wukuf di Padang Arafah, Mekah, pada tanggal 9 Zulhijah.

            Permasalahannya adalah bahwa umat Islam belum dapat menyatukan kalendernya secara global. Sistem penanggalan Islam yang ada bersifat lokal. Masing-masing membuat penanggalan sesuai dengan lokasinya dan dengan dasar metode yang berbeda. Akibatnya terjadi perbedaan memulai Zulhijah antara Arab Saudi dan kawasan lain di bagian timur bumi maupun di bagian baratnya. Lebih lanjut terjadi perbedaan jatuhnya hari Arafah di Arab Saudi dan kawasan lain tersebut. Apabila tanggal 9 Zulhijah berbeda antara Arab Saudi dan kawasan lain di timur atau di barat, maka terjadi perbedaan masuk Zulhijah dan terjadi perbedaan jatuhnya tanggal 9 Zulhijah (hari Arafah). Pertanyaan yang timbul dalam kaitan ini adalah kapan orang di kawasan yang tanggal 9 Zulhijahnya berebda dengan Arab Saudi itu melaksanakan puasa Arafah? Apabila dilaksanakan pada tanggal 9 Zulhijah sesuai dengan penanggalan lokasi masing-masing yang ternyata berbeda dengan penanggalan Arab Saudi, apakah itu benar-benar puasa Arafah?

            Dalam praktik ada yang menjalankan puasa Arafah dan salat Iduladha sesuai dengan penanggalan di tempat masing-masing meskipun tidak jatuh pada hari yang sama dengan Arab Saudi tempat wukuf dilaksanakan. Sebagian lain mengikuti sepenuhnya terhadap penanggalan Arab Saudi, meskipun sesungguhnya di tempatnya sendiri mulainya bulan Zulhijah lebih kemudian (bagi mereka di kawasan timur bumi) atau lebih dahulu (bagi mereka di kawasan barat bumi). Tetapi ada pula yang beriduladha sesuai dengan penanggalan di tempatnya, namun puasa Arafah diajukan sehari, yakni pada tanggal 8 Zulhijah, dengan alasan menyesuaikan puasa itu dengan hari terjadinya wukuf di Arafah (bagi mereka di kawasan timur bumi). Tetapi tentu hal serupa ini tidak dapat dilakukan oleh orang yang berada di kawasan barat bumi, yaitu mengundur puasa Arafah satu hari dengan alasan menunggu wukuf di Arab Saudi. Karena menunda satu hari lantaran menunggu Arab Saudi berarti mereka melakukan puasa Arafah pada hari di mana semestinya mereka melakukan salat Iduladha.

            Terhadap praktik-praktik seperti ini biasanya masing-masing mencoba memberikan argumen syar’i bagi pendapatnya. Menurut penulis apa pun argumennya, maka argumen itu tidak banyak menolong karena persoalan bukan masalah mana argumen yang lebih rajih, melainkan masalahnya terletak pada ketiadaan suatu penanggalan tunggal untuk seluruh dunia. Apabila penanggalan tunggal terwujud, maka problem puasa Arafah akan hilang dengan sendirinya. Inilah mengapa dikatakan bahwa bulan Zulhijah menjadi alasan kuat yang mengharuskan dibuatnya kalender Islam global, bukan kalender lokal, regional, bizonal, multizonal atau semacam itu. Argumen-argumen yang dikemukakan sejauh ini tentang soal puasa Arafah harus dianggap sebagai argumen sementara, yakni selama sistem penanggalan Islam belum dapat disatukan secara global.

            Untuk bulan Zulhijah yang sedang berjalan sekarang (1431 H), mulai tanggal satunya ternyata tidak serentak di seluruh dunia. Terjadi perbedaan masuknya awal bulan pada berbagai kawasan. Mahkamah Agung Arab Saudi melalui keputusan dengan nomor 18 H / tanggal 29/11 ­– 1/12 / 1431 H, menetapkan bahwa tanggal 1 Zulhijah 1431 H jatuh pada hari Ahad 7 November 2010 H, hari Arafah (9 Zulhgijah) 1431 H jatuh pada hari Senin 15 November 2010 M, dan Iduladha 1431 H jatuh pada hari Selasa 1431 H. Dinyatakan pula bahwa penetapan itu berdasarkan rukyat yang dilakukan sejumlah saksi adil pada Sabtu sore 6 November 2010 M.[2]  

            Penetapan di atas memperlihatkan bahwa praktik penenentuan awal bulan Arab Saudi belum banyak berubah dari dahulu semasa kewenangan penetapan itu berada pada Komisi Agung Yudisial (Majlis al-Qa«±’ al-Al±). Semasa dahulu di bawah kewenangan Komisi Agung Yudisial, penetapan bulan kamariah Arab Saudi amat buruk. Banyak terjadi klaim rukyat padahal Bulan di bawah ufuk.

            Sejak bulan Oktober tahun 2007 kewenangan penetapan awal bulan kamariah Arab Saudi dialihkan ke Mahkamah Agung dan mulai berlaku efektif sejak Februari tahun 2009. Belum banyak diketahui pola praktik penetapan awal bulan di bawah Mahkamah Agung ini lantaran masih baru dan belum banyak data. Akan tetapi yang jelas penetapan awal bulan Zulhijah 1431 H sekarang yang didasarkan kepada rukyat diragukan kebenaran rukyatnya karena posisi Bulan masih amat rendah dan menurut ilmu astronomi masih belum mungkin dirukyat bahkan sekalipun dengan menggunakan alat optik. Menurut perhitungan hisab (dihitung dengan menggunakan al-Maw±q³t ad-Daq³qah karya ‘Audah) ketinggian geosentrik Bulan di atas ufuk di Mekah sore Sabtu 06 November 2010 M saat matahari terbenam pukul 17:45 waktu Arab Saudi adalah 00º 32’ 31” (0,5º). Anggota ICOP (Islamic Crescents’ Observation Project), S±li¥ a¡-¢ab dan Eng. Qamar Uddin secara terpisah melaporkan bahwa Sabtu itu langit sebagian berawan dan kondisi atmosfir amat kelam dan Bulan sore tersebut tidak terlihat baik dengan mata telanjang, teropong dua lensa, teleskop maupun dengan CCD Imaging. Juga dilaporkan bahwa tidak satu pun dari 10 Komite Hilal Arab Saudi yang dapat merukyat hilal sore Sabtu itu.[3] Namun seorang bernama ‘Abdull±h al-Khu«air³ menyatakan berhasil merukyat dan kesaksian rukyatnya diterima oleh Pengadilan ¦au¯ah Sad³r.[4] Jadi kebijakan penetapan awal bulan Mahkamah Agung Arab Saudi tidak banyak berubah dari pendahulunya, Komisi Agung Yudisial.

            Akan tetapi kita mungkin bisa membaca fenomena ini dengan cara lain. Mungkin petinggi Mahkamah Agung tetap menerima kesaksian rukyat itu meski mereka menyadari bahwa rukyat tersebut masih mustahil, dikarenakan menurut kalender resmi Arab Saudi, yaitu Kalender Ummul Qura (KUQ), hilal sudah wujud di Mekah sore Sabtu tersebut sehingga menurut kalender ini tanggal 1 Zulhijah 1431 H jatuh hari Ahad 07-11-2010 M. Atas dasar itu Mahkamah Agung menerima klaim rukyat itu karena masih sejalan dengan KUQ. Hal ini juga terjadi di tempat lain seperti di Indonesia. Kementerian Agama memegangi kriteria imkanu rukyat 2º, sehingga apabila ketinggian Bulan 2,5º misalnya seperti pada Idulfitri baru lalu yang menurut astronomi masih tidak mungkin dirukyat, tetapi ada orang yang melaporkan berhasil merukyat, maka rukyat itu diterima karena masih berada dalam batas imkanu rukyat yang diakui Kementerian Agama. Mungkin itu juga yang terjadi dengan Mahkamah Agung Saudi yang menerima klaim rukyat Zulhijah1431 H meskipun posisi Bulan masih amat rendah. Oleh karena sesuai dengan KUQ, maka rukyat itu diterima. Perlu diketahui bahwa KUQ sejak tahun 1423 H (2003 M) memakai kriteria wujudul hilal (seperti kalender Muhammadiyah dengan perbedaan kecil) dengan menjadikan Kakbah dengan koordinat f = 21˚ 25’ 22” LU dan l = 39˚ 49’ 34” BT sebagai marjak.[5] Dijadikannya Mekah sebagai marjak adalah sejak tahun 1400 H (2000 M).[6]

            Penetapan awal Zulhijah 1431 H Mahkamah Agung Arab Saudi seperti di atas berbeda dengan penetapan awal bulan di sejumlah negara lain seperti Indonesia yang menetapkan tanggal 1 Zulhijah jatuh pada hari Senin 8 November 2010 M. Negara-negara lain yang memulai tanggal 1 Zulhijah pada hari Senin 8 November 2010 M adalah Pakistan, Malaysia, Inggris, Iran, Bangladesh, Afrika Selatan, Australia, Trinidan dan Tobago.[7]

            Di sini terlihat adanya perbedaan penetapan memasuki awal Zulhijah. Perbedaan ini menimbulkan masalah ibadah puasa Arafah bagi orang yang berada di kawasan timur atau juga di utara bumi yang terlambat dapat merukyat, karena jatuhnya tanggal 9 Zulhijah di Mekah tidak sama dengan jatuhnya tanggal 9 Zulhijah di kawasan timur bumi tersebut. Hal itu karena hilal Zulhijah diklaim telah terlihat di Mekah, sementara di kawasan timur belum terlihat. Permasalahannya kapan mereka yang berada di kawasan timur ini melaksanakan puasa Arafah.

            Akan tetapi apabila seandainya di Arab Saudi hilal Zulhijah Sabtu 06-11-2010 M dinyatakan belum dapat dirukyat, sehingga jatuhnya hari Arafah akan sama dengan kawasan timur bumi, yaitu Selasa tanggal 16-11-2010 M, maka permasalahan puasa Arafah timbul di kawasan barat bumi, karena di sini hilal dimungkinkan terukyat. Dengan demikian kawasan barat bumi akan memasuki Zulhijah lebih dahulu dari Mekah. Mereka di kawasan barat bumi ini akan menghadapi problem puasa Arafah: kapan harus dilakukan? Apakah sesuai dengan tanggal di kawasan mereka, tetapi itu tidak tepat pada hari dilaksanakannya wukuf di Arafah karena wukuf di Arafah akan jatuh keesokan harinya, atau mereka menunda puasa Arafah sehari dengan alasan menunggu wukuf di Arafah, namun juga mustahil karena dengan menunda itu mereka melaksanakan puasa Arafah pada hari mereka seharusnya melaksanakan salat Iduladha. Atau malah menunda memasuki Zulhijah dengan alasan menunggu Mekah. Inipun tidak boleh dilakukan karena melanggar prinsip pokok dalam sistem kalender Islam, yaitu tidak boleh menunda memasuki bulan baru ketika hilal bulan tersebut telah terpampang jelas di ufuk mereka. Nabi saw bersabda,
إِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فصُوْمُوْا وَإِذَا رَأَيْتُمُوْهُ فَأَفْطِرُوْا ... [رواه البخاري ، واللفظ له ، ومسلم] .
Artinya: Apabila kamu telah melihat hilal berpuasalah, dan apabila kamu telah melihatnya beridulfitrilah! … [HR al-Bukh±r³, dan lafal di atas adalah lafalnya, dan juga diriwayatkan Muslim].[8]

            Inilah problem yang ditimbulkan oleh rukyat. Ia tidak dapat menyatukan penanggalan Islam dan karenanya tidak dapat menyatukan hari pelaksanaan ibadah seperti puasa Arafah yang harus dilaksanakan pada hari terjadinya wukuf secara riil di Padang Arafah. Kemustahilan rukyat dapat menyatukan penanggalan adalah karena sifat rukyat itu sendiri yang terbatas liputannya terhadap muka bumi. Maksudnya rukyat pada visibilitas pertama tidak pernah dapat meliputi seluruh muka bumi. Rukyat selalu membelah muka bumi antara kawasan yang dapat merukyat sehingga keesokan harinya memulai bulan baru dan kawasan yang belum dapat merukyat sehingga memulai bulan baru lusa. Akibatnya terjadi perbedaan tanggal. Perlu diketahui bahwa Bulan itu bergerak secara semu dari kawasan ujung timur bumi dengan posisi yang rendah menuju ke arah barat dengan posisi semakin meninggi. Oleh karena itu semakin ke barat posisi orang, semakin besar peluangnya untuk dapat merukyat. Jadi orang yang berada di kawasan barat bumi selalu beruntung dapat merukyat sehingga mereka memulai bulan kamariah baru lebih dahulu dari orang di kawasan timur. Mari kita lihat kurve rukyat hilal Zulhijah 1431 H pada visibilitas pertama, yaitu hari Sabtu sore tanggal 06-11-2010 M, pada Ragaan 2. Peta rukyat ini dibuat dengan menggunakan al-Maw±qit ad-Daq³qah karya Audah.


            Peta ini menampakkan bahwa kawasan dalam kurve, yaitu bagian selatan Amerika Latin dan beberapa pulau di Laut Pasifik sebelah timur Garis Tanggal Internasional (GTI) diperkirakan dapat melihat hilal Zulhijah 1431 H Sabtu sore sesaat setelah matahari tenggelam. Di Santiago, ibukota Cile, ketinggian (geosentrik) hilal Zulhijah Sabtu sore 06-11-2010 M saat matahari tenggelam adalah 09º 49’ 35” (9,8º). Di kota Apia, ibukota Samoa di Laut Pasifik, ketinggian (geosentrik) hilal Zulhijah 1431 H pada Sabtu sore 06-11-2010 M mencapai 12º 32’ 42” (12,5º), sementara di Papeete, ibu kota Polynesia Perancis, ketinggian hilal 12º 02’ 19” (12,03º). Perlu dicatat bahwa di dua kota terakhir konjungsi (ijtimak) jelang Zulhijah terjadi hari Jumat tanggal 05-11-2010 M. Mengingat kedudukan hilal Zulhijah sudah sangat tinggi di kawasan-kawasan tersebut, maka diperkirakan hilal dapat dirukyat sore Sabtu 06-11-2010 M di tempat-tempat tersebut dan sekitarnya apabila cuaca terang. Dengan demikian kawasan itu mamasuki 1 Zulhijah pada hari Ahad 07-11-2010 M, dan memasuki tanggal 9 Zulhijah 1431 H (hari Arafah) pada hari Senin 15-11-2010 M, dan Iduladha hari Selasa 16-11-2010 M.[9]
            Apabila diandaikan Mahkamah Agung Arab Saudi pada awal Zulhijah baru lalu menggunakan rukyat yang sungguh-sungguh akurat dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan oleh karena itu memutuskan 1 Zulhijah 1431 H jatuh hari Senin 08-11-2010 M, dan Arafah jatuh hari Selasa 16-11-2010 M, maka kawasan ujung barat bumi tadi akan mendahului Mekah memasuki Arafah sehingga akan timbul problem bagaimana melaksanakan puasa Arafah. Inilah masalah penepatan waktu ibadah yang timbul dari penggunaan rukyat. Problem ini timbul dari karakter rukyat sendiri yang pada visibilitas pertama tidak pernah dapat mengkaver seluruh muka bumi. Akan selalu ada bagian muka bumi (sebelah barat) yang telah dapat merukyat dan ada bagian muka bumi (sebelah timur) yang belum dapat merukyat sehingga timbul perbedaan memulai bulan kamariah baru.
           
            Rukyat global fikliah (fisik) juga tidak dapat dihandalkan, meskipun banyak orang meyakininya sejak dari zaman kuna hingga zaman sekarang. Rukyat global fikliah hanya dapat dimanfaatkan oleh orang yang berada di timur dengan jarak maksimal 9 atau 10 jam dengan tempat paling timur terjadinya rukyat itu. Lebih dari itu rukyat tersebut tidak lagi berguna karena orang di timur sudah keburu pagi saat rukyat di kawasan barat terjadi. Apabila kita asumsikan rukyat paling timur terjadi di New York pukul 18:00 sore, maka orang di Indonesia Barat tidak mungkin lagi menunggu rukyat itu untuk berpuasa Ramadan atau beridulfitri karena di Indonesia Barat jam sudah pukul 06:00 pagi hari berikutnya. Pada hal pada pukul 04:00 pagi mereka harus sudah mendapat kepastian ada atau tidaknya rukyat itu. Ketika pukul 04:00 subuh orang Indonesia Barat menanti berita rukyat dari New York untuk menentukan apa mereka akan mulai Ramadan atau Idulfitri atau puasa sunat sembilan hari pertama Zulhijah, maka di New York belum terjadi rukyat karena di sana baru pukul 04:00 sore dan belum dilakukan rukyat.

            Memang rukyat global secara fisik (fikliah) dapat diamalkan untuk kepentingan puasa Arafah karena puasa Arafah dijalankan tidak pada awal bulan Zulhijah, melainkan pada tanggal 9, sehingga masih ada selang beberapa hari menjelang hari Arafah. Akan tetapi rukyat global secara fisik (fikliah) tidak dapat dihandalkan bagi kawasan timur dengan jarak lebih 10 jam untuk pelaksanaan ibadah yang dimulai pada awal bulan seperti Ramadan, Idulfitri atau puasa sunat sembilan hari pertama Zulhijah. Untuk ibadah-ibadah ini rukyat global fikliah adalah mustahil.

            Contoh riil bisa kita ambil Syawal 1428 H (Oktober 2007 M) tiga tahun lalu. Konjungsi jelang Syawal 1428 H terjadi Kamis 11-10-2007 M pukul 01:01 Waktu Cile (WC) atau pukul 08:01 WIB. Pada sore Kamis 11-10-2007 M saat matahari tenggelam di Punta Arenas, Cile, pada pukul 19:14 WC, ketinggian (geosentrik) hilal Syawal mencapai 08º 17’ 32” (8,29º). Menurut kriteria Audah dalam al-Maw±q³t ad-Daq³qah, hilal Syawal 1427 H itu dapat dilihat di Punta Arenas, Cile pada Kamis sore 11-10-2007 M  apabila cuaca baik. Di bagian dunia lain, selain pulau-pulau di laut Pasifik sebelah timur GTI, hilal Syawal 1428 H tidak dapat dilihat. Di Cile dan beberapa pulau di Laut pasifik, dengan demikian, Idulfitri 1428 H jatuh hari Jumat 12-10-2007 M. Di Indonesia masyarakat terbagi dua: yang menggunakan rukyat, seperti pemerintah, beridulfitri pada hari Sabtu 13-11-2007 M karena rukyat sore Kamis belum bisa dilakukan, dan yang menggunakan wujudul hilal berlebaran hari Jumat 12-11-2007 M karena sore Kamis sudah wujul hilal.

            Terhadap Syawal 1428 H itu tidak dapat diterapkan rukyat fikliah global oleh mereka yang berada di Indonesia karena ketika rukyat Syawal 1428 H terjadi di Cile hari Kamis 11-20-2007 pukul 19:14 sore, di Indonesia Barat saat itu sudah sudah pukul 05:14 pagi Jumat (jarak waktu Cile­Indonesia Barat 10 Jam). Sementara orang di Indonesia Barat pada jam 04:00 pagi Jumat harus sudah mendapat kepastian tentang rukyat global tersebut, padahal rukyat Kamis sore itu belum terjadi karena di Cile saat itu baru pukul 18:00 sore di mana rukyat belum dilakukan, karena rukyat baru akan dilakukan pada pukul 19:14, satu seperempat jam lagi. Jadi rukyat fikliah global tidak dapat dihandalkan.

            Oleh karena rukyat tidak dapat menyatukan penanggalan dan karenanya tidak dapat menepatkan momen-momen ibadah pada hari yang sama di seluruh dunia, maka apakah upaya yang harus dilakukan? Para pakar syariah dan astronomi dalam Temu Pakar II untuk Perumusan Kalender Islam yang dislenngarakan di Maroko di bawah arahan ISESCO (Islamic Educational and Sientific Organization), suatu badan dari OKI (Organisasi Konferensi Islam), memutuskan dalam butir kedua keputusannya bahwa,

      Pemecahan problematika penetapan bulan kamariah di kalangan umat Islam tidak mungkin dilakukan kecuali berdasarkan penerimaan terhadap hisab dalam menetapkan awal bulan kamariah, seperti halnya penggunaan hisab untuk menentukan waktu-waktu salat, dan menyepakati pula bahwa penggunaan hisab itu adalah untuk penolakan rukyat dan sekaligus penetapannya.[10]

            Dalam penggunaan hisab untuk penyatuan kalender Islam secara global ini tidak penting jenis mana dari hisab yang harus digunakan. Apa yang penting adalah bahwa berdasarkan hisab-hisab yang ada itu dirumuskan suatu kaidah kalender Islam global yang valid secara syar’i dan akurat secara astronomis. Sebagai tindak lanjut dari Temu Pakar II tahun 2008 di Maroko, disusun empat rancangan kalender global Islam yang sekarang dalam proses uji validadsi untuk waktu selama 1 abad ke depan hingga tahun 2100 M. Bila sudah ditemukan satu yang paling memenuhi syarat-syarat kalender global Islam yang telah disepakati, maka itu ditawarkan kepada umat Islam untuk diterima sebagai kalender Hijriah tunggal yang dapat menyatukan penanggalan Islam. Empat rancangan kalender dimaksud adalah:
1.       Kalender Ummul Qura (KUQ) dari Arab Saudi, dengan kaidah wujudul hilal di Kakbah,
2.      Kalender Jam±ludd³n/Shaukat, dengan kaidah ijtimak sebelum pukul 12:00 Waktu Universal (GMT),
3.      Kalender Husain Diallo dari Guinea, Afrika, dengan kaidah ijtimak sebelum pukul 12:00 di Mekah,
4.      Kalender Libia, dengan kaidah ijtimak sebelum fajar di GTI (180º BT) antara 60º LU dan 60º LS dengan ketentuan bahwa perhitungan fajar dilakukan pada titik 180º BT dan 60º LU (titik M) pada musim semi dan panas di belahan bumi utara (20 Maret s/d 22 September), dan pada titik 180º BT dan 60º LS (titik N) pada musim semi dan panas di belahan bumi selatan (23 September s/d 19 Maret tahun berikutnya).[11]

            Bila Zulhijah 1431 H sekarang dilihat dari perspektif kalender-kalender ini, maka terlihat bahwa keempatnya menjatuhkan 1 Zulhijah 1431 H pada hari Ahad 07-11-2010 M, sehingga hari Arafah (9 Zulhijah) jatuh pada hari Senin 15-11-2010 M. Hal itu adalah karena:
  1. Menurut KUQ, pada hari Sabtu 06-11-2010 M saat matahari terbenam hilal telah wujud pada titik marjak Kakbah, sehingga 1 Zulhijah jatuh hari Ahad 07-11-2010 M.
  2. Menurut kalender Jamaludd³n/Shaukat ijtimak jelang Syawal 1431 H terjadi sebelum pukul 12:00 GMT (ijtimak terjadi pada pukul pukul 04:52 GMT), sehingga tanggal 1 Zulhijah 1431 H jatuh hari Ahad 07-11-2010 M.
  3. Ijtimak menurut waktu Mekah terjadi pukul 07:52, yakni sebelum pukul 12:00 waktu setempat, sehingga tanggal 1 Zulhijah 1431 H jatuh hari Ahad 07-11-2010 M.
  4. Di GTI pada titik N ijtimak terjadi pukul 16:52 waktu setempat, jadi sebelum fajar, sehingga tanggal 1 Zulhijah 1431 H jatuh hari Ahad 07-11-2010 M.

            Apabila kaidah keempat kalender terpadu tersebut diterapkan kepada Muharam 1432 H yang akan datang, maka 1 Muharam 1432 H (tahun baru Hijriah) akan jatuh pada hari Selasa 7 Desember 2010 M, karena:
  1. Menurut KUQ, pada hari Ahad 05-12-2010 M konjungsi terjadi pukul 20:35: 50, yaitu sesudah matahari terbenam sehingga tidak memenuhi syarat wujudul hilal. Oleh karena itu awal tahun baru Hijriah 1 Muharam 1432 H jatuh lusa Selasa 07-12-2010 M.
  2. Menurut kalender Jamaludd³n/Shaukat ijtimak jelang Muharam 1432 H terjadi hari Ahad 05-12-2010 M pukul 17:36:50 sore Waktu Universal (WU/GMT), yaitu sesudah pukul 12:00 WU. Oleh karena itu 1 Muharam 1432 H jatuh lusa Selasa 07-12-2010 M.
  3. Ijtimak menurut Waktu Mekah terjadi pada hari Ahad 05-12-2010 M 20:36:50 Waktu Mekah, yakni sesudah pukul 12:00 waktu setempat. Oleh karena itu 1 Muharam 1432 H menurut Kalender Husain Diallo jatuh lusa Selasa 07-12-2010 M.
  4. Di GTI pada titik N, ijtimak terjadi hari Senin 06-12-2010 M pukul 05:36:50 Waktu setempat, jadi sesudah fajar, sehingga tanggal 1 Muharam 1432 H menurut Kalender berdasar metode Libia jatuh pada fajar hari berikutnya, yaitu Selasa 07-12-2010 M.

            Pada sisi lain terdapat usulan-usulan kalender bizonal yang membagi dunia kepada dua zona tanggal yang bisa berbeda antara yang satu dengan yang lain. Para perancang kalender ini akan memilih satu dari tiga rancangan yang ada untuk didialogkan dengan kalender terpadu.[12] Hanya saja kalender bizonal, yang membagi muka bumi menjadi dua zona tanggal di mana tanggal pada satu zona bisa berbeda dengan tanggal pada zona lain pada bulan tertentu, tidak dapat memberi pemecahan pada masalah puasa Arafah, yakni tidak bisa mengatasi terjadinya perbedaan jatuhnya hari Arafah di Mekah dengan di tempat lain di zona barat atau zona timur.

            Dua dari kalender bizonal ini, yaitu Kalender Audah dan kalender Qas­m (Guessoum), dalam 20 kali hari Arafah sejak tahun 1431 H sampai dengan 1350 H akan mengakibatkan terjadinya perbedaan jatuhnya hari Arafah antara zona timur dan zona barat. Dalam Kalender Audah perbedaan itu akan terjadi 9 kali dari 20 kali hari Arafah, dan dalam Kalender Qas­m perbedaan itu akan terjadi 11 kali dari 20 kali hari Arafah. Ini menyebabkan orang di zona barat tidak dapat melaksanakan puasa Arafah tepat pada hari terjadinya wukuf di Arafah yang menurut kedua kalender itu masuk zona timur. Hari Arafah di Mekah jatuh pada hari Iduladha di zona barat. Versi ketiga kalender bizonal adalah Kalender al-Qu«±h. Kalender ini akan menyebabkan problem puasa Arafah tidak saja bagi zona barat, tetapi juga bagi zona timur karena sistem kalender ini menerapkan garis tanggal bergerak yang mengakibatkan Mekah suatu kali masuk zona timur dan kali lain masuk zona barat.[13]

            Kini antara kedua mazhab ini, mazhab terpadu dan mazhab bizonal, terus menerus diadakan kontak, dialog dan diskusi guna mencapai kesepakatan serta dilakukan tukar-menukar temuan penelitian.   

HUKUM MEROKOK

FATWA MAJELIS TARJIH DAN TAJDID
PIMPINAN PUSAT MUHAMMADIYAH
NO. 6/SM/MTT/III/2010
TENTANG HUKUM MEROKOK
Menimbang : 1. Bahwa dalam rangka partisipasi dalam upaya pembangunan
kesehatan masyarakat semaksimal mungkin dan penciptaan
lingkungan hidup sehat yang menjadi hak setiap orang,
perlu dilakukan penguatan upaya pengendalian tembakau
melalui penerbitan fatwa tentang hukum merokok;
2. Bahwa fatwa Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat
Muhammadiyah yang diterbitkan tahun 2005 dan tahun
2007 tentang Hukum Merokok perlu ditinjau kembali;
Mengingat : Pasal 2, 3, dan 4 Surat Keputusan Pimpinan Pusat
Muhammadiyah No.08/SKPP/
I.A/8.c/2000;
Memperhatikan:1. Kesepakatan dalam Halaqah Tarjih tentang Fikih
Pengendalian Tembakau yang diselenggarakan pada hari
Ahad 21 Rabiul Awal 1431 H yang bertepatan dengan 07
Maret 2010 M bahwa merokok adalah haram;
2. Pertimbangan yang diberikan dalam Rapat Pimpinan
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
pada hari Senin 22 Rabiul Awal 1431 H yang bertepatan
dengan 08 Maret 2010 M,
MEMUTUSKAN
Menetapkan:
FATWA TENTANG HUKUM MEROKOK
Pertama: Amar Fatwa
1. Wajib hukumnya mengupayakan pemeliharaan dan peningkatan derajat
kesehatan masyarakat setinggitingginya
dan menciptakan lingkungan yang
kondusif bagi terwujudnya suatu kondisi hidup sehat yang merupakan hak
setiap orang dan merupakan bagian dari tujuan syariah (maq±¡id asysyar
³‘ah);
2. Merokok hukumnya adalah haram karena:
a. merokok termasuk kategori perbuatan melakukan khab±’i£ yang dilarang
dalam Q. 7: 157,
b. perbuatan merokok mengandung unsur menjatuhkan diri ke dalam
kebinasaan dan bahkan merupakan perbuatan bunuh diri secara
2
perlahan sehingga oleh karena itu bertentangan dengan larangan alQuran
dalam Q. 2: 195 dan 4: 29,
c. perbuatan merokok membahayakan diri dan orang lain yang terkena
paparan asap rokok sebab rokok adalah zat adiktif dan berbahaya
sebagaimana telah disepakati oleh para ahli medis dan para akademisi
dan oleh karena itu merokok bertentangan dengan prinsip syariah dalam
hadis Nabi saw bahwa tidak ada perbuatan membahayakan diri sendiri
dan membahayakan orang lain,
d. rokok diakui sebagai zat adiktif dan mengandung unsur racun yang
membahayakan walaupun tidak seketika melainkan dalam beberapa
waktu kemudian sehingga oleh karena itu perbuatan merokok termasuk
kategori melakukan suatu yang melemahkan sehingga bertentangan
dengan hadis Nabi saw yang melarang setiap perkara yang memabukkan
dan melemahkan.
e. Oleh karena merokok jelas membahayakan kesehatan bagi perokok dan
orang sekitar yang terkena paparan asap rokok, maka pembelajaan uang
untuk rokok berarti melakukan perbuatan mubazir (pemborosan) yang
dilarang dalam Q. 17: 2627,
f. Merokok bertentangan dengan unsurunsur
tujuan syariah (maq±¡id asysyar
³‘ah), yaitu (1) perlindungan agama (¥if§ add
³n), (2) perlindungan
jiwa/raga (¥if§ annafs),
(3) perlindungan akal (¥if§ al‘
aql), (4)
perlindungan keluarga (¥if§ annasl),
dan (5) perlindungan harta (¥if§
alm±
l).
3. Mereka yang belum atau tidak merokok wajib menghindarkan diri dan
keluarganya dari percobaan merokok sesuai dengan Q. 66: 6 yang
menyatakan, “Wahai orangorang
beriman hindarkanlah dirimu dan
keluargamu dari api neraka.”
4. Mereka yang telah terlanjur menjadi perokok wajib melakukan upaya dan
berusaha sesuai dengan kemampuannya untuk berhenti dari kebiasaan
merokok dengan mengingat Q. 29: 69, “Dan orangorang
yang bersungguhsungguh
di jalan Kami, benarbenar
akan Kami tunjukkan kepada mereka
jalanjalan
Kami, dan sesungguhnya Allah benarbenar
beserta orangorang
yang berbuat baik,” dan Q. 2: 286, “Allah tidak akan membebani seseorang
kecuali sesuai dengan kemampuannya; ia akan mendapat hasil apa yang ia
usahakan dan memikul akibat perbuatan yang dia lakukan;” dan untuk itu
pusatpusat
kesehatan di lingkungan Muhammadiyah harus mengupayakan
adanya fasilitas untuk memberikan terapi guna membantu orang yang
berupaya berhenti merokok.
5. Fatwa ini diterapkan dengan mengingat prinsip attadr
³j (berangsur), attais
³r (kemudahan), dan ‘adam al¥
araj (tidak mempersulit).
3
6. Dengan dikeluarkannya fatwa ini, maka fatwafatwa
tentang merokok yang
sebelumnya telah dikeluarkan oleh Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat
Muhammadiyah dinyatakan tidak berlaku.
Kedua: Tausiah
1. Kepada Persyarikatan Muhammadiyah direkomendasikan agar
berpartisipasi aktif dalam upaya pengendalian tembakau sebagai bagian dari
upaya pemeliharaan dan peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang
optimal dan dalam kerangka amar makruf nahi munkar.
2. Seluruh fungsionaris pengurus Persyarikatan Muhammadiyah pada semua
jajaran hendaknya menjadi teladan dalam upaya menciptakan masyarakat
yang bebas dari bahaya rokok.
3. Kepada pemerintah diharapkan untuk meratifikasi Framework Convention
on Tobacco Control (FCTC) guna penguatan landasan bagi upaya
pengendalian tembakau dalam rangka pembangunan kesehatan masyarakat
yang optimal, dan mengambil kebijakan yang konsisten dalam upaya
pengendalian tembakau dengan meningkatkan cukai tembakau hingga pada
batas tertinggi yang diizinkan undangundang,
dan melarang iklan rokok
yang dapat merangsang generasi muda tunas bangsa untuk mencoba
merokok, serta membantu dan memfasilitasi upaya diversifikasi dan alih
usaha dan tanaman bagi petani tembakau.
Difatwakan di Yogyakarta,
pada hari Senin, 22 Rabiul Awal 1431 H
bertepatan dengan 08 Maret 2010 M,
Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Ketua, Sekretaris,
Prof. Dr. H. Syamsul Anwar, M.A. Drs. H. Dahwan, M. Si.
4
Lampiran Fatwa No. 6/SM/MTT/III/2010
DALILDALIL
FATWA
A. alMuqaddim±
t anNaqliyyah
(Penegasan Premispremis
Syariah)
1. Agama Islam (syariah) menghalalkan segala yang baik dan mengharamkan
khab±’i£ (segala yang buruk), sebagaimana ditegaskan dalam alQuran,
[1 ويحِلُّ لَهم الطَّيباتِ  ويحرم  علَيهِم الْ  خبائِثَ [ الأعراف 57
Artinya: “… dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan
mengharamkan bagi mereka segala yang buruk … ” [Q. 7:157].
2. Agama Islam (syariah) melarang menjatuhkan diri ke dalam kebinasaan dan
perbuatan bunuh diri sebagaimana dinyatakan dalam alQuran,
[  ولاَ تلْقُوا بِأَيدِي ُ كم إَِلى الت  هُل َ كةِ وَأحسِنوا إِنَّ اللَّه يحِب اْلمحسِنِين [البقرة : 195
Artinya: “Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam
kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai
orangorang
yang berbuat baik” [Q. 2: 195].
[  ولاَ ت ْ قتلُوا َأنفُ  س ُ كم إِنَّ اللَّه كَانَ بِ ُ كم رحِيما [ النساء : 29
Artinya: “Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah
adalah Maha Penyayang kepadamu” [Q. 4: 29].
3. Larangan perbuatan mubazir dalam alQuran,
 وءَاتِ ذَا الْقُ  ربى حقَّه واْلم  سكِين وابن ال  سبِيلِ ولاَ تبذِّر تبذِيرا . إِنَّ اْل  مبذِّرِين كَانوا إِخوانَ ال  شياطِينِ
[2 7- وكَانَ الشيط َانُ لِربهِ َ كفُورا [الإسراء : 26
Artinya: “Dan berikanlah kepada keluargakeluarga
yang dekat akan
haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan; dan
janganlah kamu menghamburhamburkan
(hartamu) secara boros, karena
sesungguhnya para pemboros adalah saudarasaudara
setan, dan setan
itu sangat ingkar pada Tuhannya” [Q 17: 2627].
4. Larangan menimbulkan mudarat atau bahaya pada diri sendiri dan pada
orang lain dalam hadis riwayat Ibn M±jah, A¥mad, dan M±lik,
لاَ ضرر  ولاَ ضِر ار [ روا ه ابن ماجة وأحمد ومالك ]
Artinya: Tidak ada bahaya terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain
[HR Ibn M±jah, A¥mad, dan M±lik].
5. Larangan perbuatan memabukkan dan melemahkan sebagaimana
disebutkan dalam hadis,
عن ُأم  سَل  مةَ َأنَّ  رسولَ الله ص لَّى الله عَليهِ وسل م ن  هى عن كِّل مسكِرٍ وم ْ فتِرٍ [ رواه َأ  ح  مد وَأبو داود]
5
Artinya: “Dari Ummi Salamah bahwa Rasulullah saw melarang setiap
yang memabukkan dan setiap yang melemahkan” [HR A¥mad dan AbD±
wd]
6. Agama Islam (syariah) mempunyai tujuan (maq±¡id asysyar
³‘ah) untuk
mewujudkan kemaslahatan hidup manusia. Perwujudan tujuan tersebut
dicapai melalui perlindungan terhadap agama (¥if§ add
³n), perlindungan
terhadap jiwa/raga (¥if§ annafs),
perlindungan terhadap akal (¥if§ al‘
aql),
perlindungan terhadap keluarga (¥if§ annasl),
dan perlindungan terhadap
harta (¥if§ alm±
l). Perlindungan terhadap agama dilakukan dengan
peningkatan ketakwaan melalui pembinaan hubungan vertikal kepada Allah
SWT dan hubungan horizontal kepada sesama dan kepada alam lingkungan
dengan mematuhi berbagai norma dan petunjuk syariah tentang bagaimana
berbuat baik (i¥s±n) terhadap Allah, manusia dan alam lingkungan.
Perlindungan terhadap jiwa/raga diwujudkan melalui upaya
mempertahankan suatu standar hidup yang sehat secara jasmani dan rohani
serta menghindarkan semua faktor yang dapat membahayakan dan merusak
manusia secara fisik dan psikhis, termasuk menghindari perbuatan yang
berakibat bunuh diri walaupun secara perlahan dan perbuatan menjatuhkan
diri kepada kebinasaan yang dilarang di dalam alQuran.
Perlindungan
terhadap akal dilakukan dengan upaya antara lain membangun manusia
yang cerdas termasuk mengupayakan pendidikan yang terbaik dan
menghindari segala hal yang bertentangan dengan upaya pencerdasan
manusia. Perlindungan terhadap keluarga diwujudkan antara lain melalui
upaya penciptaan suasana hidup keluarga yang sakinah dan penciptaan
kehidupan yang sehat termasuk dan terutama bagi anakanak
yang
merupakan tunas bangsa dan umat. Perlindungan terhadap harta
diwujudkan antara lain melalui pemeliharaan dan pengembangan harta
kekayaan materiil yang penting dalam rangka menunjang kehidupan
ekonomi yang sejahtera dan oleh karena itu dilarang berbuat mubazir dan
menghamburkan harta untuk halhal
yang tidak berguna dan bahkan
merusak diri manusia sendiri.
B. Ta¥q³q alMan±
¯ (Penegasan Fakta Syar’i)
1. Penggunaan untuk konsumsi dalam bentuk rokok merupakan 98 % dari
pemanfaatan produk tembakau, dan hanya 2 % untuk penggunaan lainnya. 1
1 Departemen Kesehatan, Fakta Tembakau Indonesia: Data Empiris untuk Strategi
Nasional Penanggulangan Masalah Tembakau, 2004.
6
2. Rokok ditengarai sebagai produk berbahaya dan adiktif 2 serta mengandung
4000 zat kimia, di mana 69 di antaranya adalah karsinogenik (pencetus
kanker). 3 Beberapa zat berbahaya di dalam rokok tersebut di antaranya tar,
sianida, arsen, formalin, karbonmonoksida, dan nitrosamin. 4 Kalangan
medis dan para akademisi telah menyepakati bahwa konsumsi tembakau
adalah salah satu penyebab kematian yang harus segera ditanggulangi.
Direktur Jendral WHO, Dr. Margaret Chan, melaporkan bahwa epidemi
tembakau telah membunuh 5,4 juta orang pertahun lantaran kanker paru
dan penyakit jantung serta lainlain
penyakit yang diakibatkan oleh
merokok. Itu berarti bahwa satu kematian di dunia akibat rokok untuk setiap
5,8 detik. Apabila tindakan pengendalian yang tepat tidak dilakukan,
diperkirakan 8 juta orang akan mengalami kematian setiap tahun akibat
rokok menjelang tahun 2030. 5 Selama abad ke20,
100 juta orang meninggal
karena rokok, dan selama abad ke21
diestimasikan bahwa sekitar 1 milyar
nyawa akan melayang akibat rokok. 6
3. Kematian balita di lingkungan orang tua merokok lebih tinggi dibandingkan
dengan orang tua tidak merokok baik di perkotaan maupun di pedesaan.
Kematian balita dengan ayah perokok di perkotaan mencapai 8,1 % dan di
pedesaan mencapai 10,9 %. Sementara kematian balita dengan ayah tidak
merokok di perkotaan 6,6 % dan di pedesaan 7,6 %. 7 Resiko kematian
populasi balita dari keluarga perokok berkisar antara 14 % di perkotaan dan
24 % di pedesaan. Dengan kata lain, 1 dari 5 kematian balita terkait dengan
2 SampoernaPhilip
Morris bahkan telah mengakui hal ini dan menyatakan, “Kami
menyetujui konsensus kalangan medis dan ilmiah bahwa merokok menimbulkan kanker paruparu,
penyakit jantung, sesak nafas, dan penyakit serius lain terhadap perokok. Para perokok
memiliki kemungkinan lebih besar untuk terkena penyakit serius seperti kanker paruparu
daripada bukan perokok. Tidak ada rokok yang “aman.” Inilah pesan yang disampaikan lembaga
kesehatan masyarakat di Indonesia dan di seluruh dunia. Para perokok maupun calon perokok
harus mempertimbangkan pendapat tersebut dalam membuat keputusan yang berhubungan
dengan merokok,”
http://www.sampoerna.com/default.asp?Language=Bahasa&Page=smoking& searWords=
(diakses 25012010).
3 Dikutip dari “Fakta Tembakau di Indonesia,” TCSTIAKMI
Fact Sheet, h. 1.
4 Ibid.
5 WHO Report on the Global Tobacco Epidemic, 2008: The MPOWER Package
(Geneva: World Health Organization, 2008), h. 7.
6 Ibid.
7 Richard D. Semba dkk., “Paternal Smooking and Increased Risk and Infant and Under5
Child Mortality in Indonesia,” American Iournal Of public Health, Oktober 2008,
sebagaimana dikutip dalam “Fakta Tembakau di Indonesia,” TCSTIAKMI
Fact Sheet, h. 2.
7
perilaku merokok orang tua. Dari angka kematian balita 162 ribu per tahun
(Unicef 2006), maka 32.400 kematian dikontribusi oleh perilaku merokok
orang tua. 8
4. Adalah suatu fakta bahwa keluarga termiskin justeru mempunyai prevalensi
merokok lebih tinggi daripada kelompok pendapatan terkaya. Angkaangka
SUSENAS 2006 mencatat bahwa pengeluaran keluarga termiskin untuk
membeli rokok mencapai 11,9 %, sementara keluarga terkaya pengeluaran
rokoknya hanya 6,8 %. Pengeluaran keluarga termiskin untuk rokok sebesar
11,9 % itu menempati urutan kedua setelah pengeluaran untuk beras. Fakta
ini memperlihatkan bahwa rokok pada keluarga miskin perokok menggeser
kebutuhan makanan bergizi esensial bagi pertumbuhan balita. 9 Ini artinya
balita harus memikul risiko kurang gizi demi menyisihkan biaya untuk
pembelian rokok yang beracun dan penyebab banyak penyakit mematikan
itu. Ini jelas bertentangan dengan perlindungan keluarga dan perlindungan
akal (kecerdasan) dalam maq±¡id asysyar
³‘ah yang menghendaki
pemeliharaan dan peningkatan kesehatan serta pengembangan kecerdasan
melalui makanan bergizi.
5. Dikaitkan dengan aspek sosialekonomi
tembakau, data menunjukkan
bahwa peningkatan produksi rokok selama periode 19612001
sebanyak 7
kali lipat tidak sebanding dengan perluasan lahan tanaman tembakau yang
konstan bahkan cenderung menurun 0,8 % tahun 2005. Ini artinya
pemenuhan kebutuhan daun tembakau dilakukan melalui impor. Selisih
nilai ekspor daun tembakau dengan impornya selalu negatif sejak tahun 1993
hingga tahun 2005. 10 Selama periode tahun 20012005,
devisa terbuang
untuk impor daun tembakau ratarata
US$ 35 juta. 11 Bagi petani tembakau
yang menurut Deptan tahun 2005 berjumlah 684.000 orang, pekerjaan ini
tidak begitu menjanjikan karena beberapa faktor. Mereka umumnya memilih
pertanian tembakau karena faktor turun temurun. Tidak ada petani
tembakau yang murni; mereka mempunyai usaha lain atau menanam
tanaman lain di luar musim tembakau. Mereka tidak memiliki posisi tawar
yang kuat menyangkut harga tembakau. Kenaikan harga tembakau tiga
tahun terakhir tidak membawa dampak berarti kepada petani tembakau
karena kenaikan itu diiringi dengan kenaikan biaya produksi. Pendidikan
8 Ibid.
9 “Konsumsi Rokok dan Balita Kurang Gizi,” TCSTIAKMI
Fact Sheet, h. 4.
10 Deptan, Statistik Pertanian, Jakarta, 2005, sebagaimana dikutip dalam “Fakta
Tembakau di Indonesia,” TCSTIAKMI
Fact Sheet, h. 3.
11 Ibid.
8
para buruh tani rendah, 69 % hanya tamat SD atau tidak bersekolah sama
sekali, dan 58 % tinggal di rumah berlantai tanah. Sedang petani pengelola
64 % berpendidikan SD atau tidak bersekolah sama sekali dan 42 % masih
tinggal di rumah berlantai tanah. Upah buruh tani tembakau di bawah Upah
Minimum Kabupaten (UMK): Kendal 68 % UMK, Bojonegoro 78 % UMK,
dan Lombok Timur 50 % UMK. Upah buruh tani tembakau termasuk yang
terendah, perbulan Rp. 94.562, separuh upah petani tebu dan 30 % dari ratarata
upah nasional sebesar Rp. 287.716,per
bulan pada tahun tersebut. Oleh
karena itu 2 dari 3 buruh tani tembakau menginginkan mencari pekerjaan
lain, dan 64 % petani pengelola menginginkan hal yang sama. 12 Ini
memerlukan upaya membantu petani pengelola dan buruh tani tembakau
untuk melakukan alih usaha dari sektor tembakau ke usaha lain.
6. Pemaparan dalam Halaqah Tarjih tentang Fikih Pengendalian Tembakau
hari Ahad 21 Rabiul Awal 1431 H / 07 Maret 2010 M, mengungkapkan bahwa
Indonesia belum menandatangani dan meratifikasi Framework Convention
on Tobacco Control (FCTC) sehingga belum ada dasar yang kuat untuk
melakukan upaya pengendalian dampak buruk tembakau bagi kesehatan
masyarakat. Selain itu terungkap pula bahwa cukai tembakau di Indonesia
masih rendah dibandingkan beberapa negara lain sehingga harga rokok di
Indonesia sangat murah yang akibatnya mudah dijangkau keluarga miskin
dan bahkan bagi anak sehingga prevalensi merokok tetap tinggi. Selain itu
iklan rokok juga ikut merangsang hasrat mengkonsumsi zat berbahaya ini.
Fakta di sekitar tembakau yang dikemukakan pada butir 1 hingga 6 pada
huruf B. Ta¥q³q alMan±
t (Penegasan Fakta Syar’i) di atas memperlihat bahwa
rokok dan perilaku merokok bertentangan dengan dalildalil
yang dikemukakan
pada butir 1 hingga 6 huruf A. alMuqaddim±
t anNaqliyyah
(premispremis
syariah) di atas.
12 “Petani Tembakau di Indonesia,” TCSTIAKMI
Fact Sheet, h. 13.

MENYIKAPI UNDANGAN TAHLILAN

MENYIKAPI UNDANGAN TAHLILAN
Pertanyaan Dari:
Siswo S., Mojokerto, Jawa Timur
(disidangkan pada Jum’at, 19 Ramadan 1429 H / 19 September 2008 M)
Pertanyaan:
Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Sebagai warga yang hidup dan berada di lingkungan yang mayoritas masih
kental dengan nuansa tradisitradisi
yang tidak sesuai dengan ajaran Islam, pada
kesempatan ini saya ingin menanyakan yang ada kaitannya dengan halhal
tersebut
khususnya mengenai selamatan tahlilan orang yang meninggal.
Biasanya kalau ada warga yang meninggal, pada waktu selesai upacara
pemakaman disampaikan kepada hadirin, bahwa ada tahlilan sampai dengan hari ke7.
Sedang untuk hari ke7
dan ke40
ada undangan tertulis untuk menghadiri
selamatan tahlilan.
Pertanyaannya:
1. Bagaimanakah kita menyikapi hal tersebut, khususnya yang memakai undangan?
2. Jika kami datang untuk menghormati yang mengundang, apakah kami juga ikut
membaca / mengikuti upacara tersebut ataukah cukup diam dan mendengarkan?
3. Apa yang harus kita lakukan bila ada salah satu keluarga yang meninggal, karena
mengingat mayoritas lingkungan / kompleks masih kuat melaksanakan tradisi
tahlilan tersebut?
Jawaban:
Pertanyaan tentang selamatan tahlilan orang yang meninggal sudah beberapa
kali ditanyakan di Majalah Suara Muhammadiyah. Di antara jawaban yang diberikan
telah dimuat dalam buku Tanya Jawab Agama II halaman 196 dan 197. Namun
untuk menjawab ketiga pertanyaan di atas, perlu kami jelaskan sebagai berikut.
Tradisi selamatan 7 hari, 40 hari, 100 hari maupun 1000 hari untuk orang yang
meninggal dunia, sesungguhnya merupakan tradisi agama Hindu dan tidak ada
sumbernya dari ajaran Islam. Adapun tahlil, secara harfiah mengandung arti
membaca kalimat la ilaha illallah atau mengingat Allah. Tahlil dalam konteks ini,
tentu merupakan amalan utama yang sangat dianjurkan oleh alQur'an
maupun asSunnah.
Adapun keberadaan tahlil orang yang meninggal dunia pada dasarnya tidak
bisa dilepaskan dari tradisi tarekat. Tahlil memiliki fungsi yang sangat sentral bagi
pengikut tarekat, sehingga terdapat gerakgerak
tertentu disertai pengaturan nafas
untuk melafalkan bacaan tahlil sebagai bagian dari metode mendekatkan diri pada
Allah. Berawal dari tradisi tarekat ini berkembanglah modelmodel
tahlil atau
tahlilan di kalangan umat Islam Indonesia. Di lingkungan Keraton terdapat tahlil
rutin, yaitu tahlil yang diselenggarakan setiap malam Jum'at dan Selasa Legi; tahlil
hajatan, yaitu tahlil yang diselenggarakan jika keraton mempunyai hajathajat
tertentu seperti tahlil pada saat penobatan raja, labuhan, hajat perkawinan, kelahiran
dan lainnya. Di masyarakat umum juga berkembang bentukbentuk
tahlil dan salah
satunya adalah tahlil untuk orang yang meninggal dunia.
Masalah tahlilan orang yang meninggal dunia merupakan masalah khilafiyah
(terdapat perbedaan pendapat di kalangan para ulama). Di kalangan para pendukung
gerakan Islam pembaharu (tajdid) yang berorientasi kepada pemurnian ajaran Islam,
seperti Muhammadiyah, sepakat memandang tahlilan orang yang meninggal dunia
sebagai bid'ah yang harus ditinggalkan karena tidak ada tuntunannya dari Rasulullah.
Adapun para pendukung gerakan Islam tradisional maupun gerakan tarekat,
cenderung membolehkan dan bahkan menganjurkan tahlilan bagi orang yang
meninggal dunia.
Esensi pokok tahlilan orang yang meninggal dunia sebagai perbuatan bid'ah
bukan terletak pada membaca kalimat la ilaha illallah, melainkan pada hal pokok
yang menyertai tahlil, yaitu ; (1). Mengirimkan bacaan ayatayat
alQur'an
kepada
jenazah atau hadiah pahala kepada orang yang meninggal, (2). Bacaan tahlil yang
memakai pola tertentu dan dikaitkan dengan peristiwa tertentu.
Terdapat beberapa argumentasi untuk menolak praktik tahlilan. Pertama,
bahwa mengirim hadiah pahala untuk orang yang sudah meninggal dunia tidak ada
tuntunannya dari ayatayat
alQur'an
maupun hadis Rasul. Ketika tidak ada
tuntunannya, maka yang harus dipegangi adalah sabda Rasulullah yang berbunyi :
عن  عائِ  شةَ َأنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ علَيهِ وسلَّم قَالَ من  عمِلَ  عملاً َليس علَيهِ
َأ  م رنا فَ  ه  و  ر د. [ رواه مسلم وأحمد ]
Artinya : “Barangsiapa yang mengerjakan suatu perbuatan (agama) yang tidak ada
perintahku untuk melakukannya, maka perbuatan itu tertolak.” [HR. Muslim dan
Ahmad]
Bahkan hadis Rasul menegaskan:
عن َأبِي  هريرةَ َأنَّ رسولَ اللهِ صلَّى اللهُ علَيهِ وسلَّم قَالَ إَِذا مات ْالإِن  سانُ انقَطَع
عنه  عمُله إِلاَّ مِن ثَلاَ َثةٍ إِلاَّ مِن  صدقَةٍ  جارِيةٍ َأو عِْلمٍ ينتفَع بِهِ َأو وَلدٍ صالِحٍ يدعو
َل ه. [ رواه مسلم ]
Artinya: “Diriwayatkan dari Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah saw bersabda:
Apabila manusia telah mati, maka putuslah segala amalnya kecuali tiga perkara:
sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat baginya, dan anak saleh yang
mendoakannya.” [HR. Muslim]
Kedua, terdapat ayatayat
alQur'an
yang menegaskan bahwa manusia hanya akan
mendapatkan apa yang telah dikerjakannya sendiri. Dengan demikian masalah
hadiah pahala jelas bukan merupakan suatu tuntunan yang perlu dilaksanakan.
Adapun ayatayat
tersebut adalah :
1. Di dalam surat anNajm
(53): 39 Allah SWT berfirman:
[39 :(5 وَأ ْ ن َلي  س لِْلإِن  سانِ إِلاَّ ما سع ى. [النجم ( 3
Artinya: “Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang
telah diusahakannya.” [QS. anNajm
(53): 39]
2. Surat athThur
(52): 21 menegaskan:
وما أََلتنا  هم مِن  عملِهِم مِن ش  يءٍ كُلُّ ا  مرِئٍ بِ  ما كَسب رهِ ين. [الطور
[2 1 :(5 2 )
Artinya: “Dan Kami (Allah) tiada mengurangi sedikit pun dari pahala amal
mereka, tiaptiap
manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya.” [QS. athThur
(52): 21]
3. Surat alBaqarah
(2): 286 menegaskan:
لاَ يكَلِّف اللهُ نفْ  سا إِلاَّ وسع  ها َل  ها ما كَسبت وعلَي  ها ما اكْتسب ت. [البقرة
[2 86 :(2 )
Artinya: “Allah tidak akan membebani seseorang kecuali dengan
kesanggupannya; ia mendapat (pahala dan kebajikan) yang
diusahakan/dikerjakannya; dan ia mendapat (siksa/dosa dari kejahatan) yang
diusahakan/dikerjakannya.” [QS. alBaqarah
(2): 286]
4. Surat alAn'am
(6): 164 menegaskan:
:( ولاَ تكْسِب كُلُّ نفْسٍ إِلاَّ علَي  ها ولاَ تزِر  وازِرةٌ وِزر ُأ  خر ى. [الأنعام ( 6
[1 64
Artinya: “Dan tidaklah seseorang membuat dosa melainkan kemudaratannya
kembali kepada dirinya sendiri; dan seseorang yang berdosa tidak akan memikul
dosa orang lain.” [QS. alAn’am
(6): 164]
Terhadap pertanyaan bapak yang pertama, tentang bagaimana menyikapi
undangan tahlilan kematian, maka bisa saja bapak minta ijin untuk tidak ikut tahlilan
dengan alasan paham agama bapak tidak membolehkan tahlilan untuk kematian.
Secara organisatoris, sikap ini merupakan sikap yang paling ideal, yaitu tunduk pada
paham agama yang diyakini oleh Muhammadiyah. Jika hal di atas tidak mungkin
dilakukan dan harus menghadiri tahlilan untuk menghormati yang mengundang
(menjawab pertanyaan kedua), maka hendaklah bapak bersikap pasif. Terhadap
pertanyaan ketiga, ketika mayoritas lingkungan masyarakat masih kuat
melaksanakan tradisi tahlilan, maka kedua sikap di atas bisa dipilih. Tentu bapak
lebih tahu tentang kondisi lingkungan di mana bapak berdomisili.
Wallahu a'lam bishshawab.
*mas)