MUHAMMADIYAH

Profil Muhammadiyah

Data Persyarikatan

Nama Organisasi
:
Muhammadiyah
Berdiri
:
18 Nopember 1912 M
8 Dzulhijah 1330 H
Pendiri
:
K.H. Ahmad Dahlan
Ketua Umum (2010-2015)
:
Prof. Dr. H.M. Sirajuddin Syamsuddin, MA
Lokasi Awal Berdiri
:
Kampung Kauman, Yogyakarta
Alamat Kantor Pimpinan Pusat Muhammdiyah
:
Yogyakarta:
Kantor Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Jl. Cik Ditiro No. 23 Yogyakarta 55262 Telp. +62 274 553132 Fax.(+62 274 553137
 
Jakarta:
Gedung Dakwah Muhammadiyah,
Jl. Menteng Raya No.62 Jakarta 10340 Telp. +62 21 3903021 Fax. +62 21 3903024
 
Jaringan Muhammadiyah
1.   Pimmpinan Wilayah (PWM)
2.   Pimpinan Daerah (PDM)
3.   Pimpinan Cabang (PCM)
4.   Pimpinan Ranting (PRM)
 
:
:
:
:
 
33 Wilayah (Propinsi)
417 Daerah (Kabupaten/Kota)
3.221 Cabang (Kecamatan)
8.107 Ranting (Desa/Kelurahan)
 
Majelis-Majelis
:
1.       Majelis Tarjih dan Tadjid
2.       Majelis Tabligh
3.       Majelis Pendidikan Tinggi (MPT)
4.       Majelis Pembina  Kesehatan Umum (MPKU)
5.       Majelis Pendidikan Kader (MPK)
6.       Majelis Pustaka dan Informasi (MPI)
7.       Majelis Ekonomi dan Kewirausahaan (MEK)
8.       Majelis Lingkungan Hidup (MLH)
9.       Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM)
10.   Majelis Pelayanan Sosial (MPS)
11.   Majelis Hukum dan Hak Asasi Manusia (MH-HAM)
12.   Majelis Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen)
13.   Majelis Wakaf dan Kehartabendaan (MWK)
Lembaga-Lembaga
:
1.       Lembaga Amal Zakat Infaq dan Shodaqqoh (LAZIS)
2.       Lembaga Hubungan dan Kerjasama International
3.       Lembaga Pengawas Pengelolaan Keuangan
4.       Lembaga Pengembangan Cabang dan Ranting
5.       Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik
6.       Lembaga Penanganan Bencana
7.       Lembaga Seni Budaya dan Olahraga
Organisasi Otonom
:
1.       Aisyiyah
2.       Pemud Muhammadiyah
3.       Nasyiyatul Aisyiyah
4.       Ikatan Mahasiswa Muhamamdiyah
5.       Ikatan Pelajar Muhammadiyah
6.       Hizbul Wathan
7.       Tapak Suci
Muktamar Muhammadiyah (1912 – 2010)
:
 
Jumlah Ketua Umum (1912 – 2010)
:
 

Data Amal Usaha Muhammadiyah

No
Jenis Amal Usaha
Jumlah
1
Sekolah Dasar (SD)
1.176
2
Madrasah Ibtidaiyah/Diniyah (MI/MD)
1.428
3
Sekolah Menengah Pertama (SMP)
1.188
4
Madrasah Tsanawiyah (MTs)
534
5
Sekolah Menengah Atas (SMA)
515
6
Sekolah Menengah Kejuruan (SMK)
278
7
Madrasah Aliyah (MA)
172
8
Pondok Pesantren
67
9
Akademi
19
10
Politeknik
4
11
Sekolah Tinggi
88
12
Universitas
40
 
Jumlah total Perguruan tinggi Muhammadiyah
151
13
Perguruan Tinggi Aisyiyah
11
14
Rumah Sakit, Rumah Bersalin, BKIA, BP, dll
457
15
Panti Asuhan, Santunan, Asuhan Keluarga, dll.
318
 
 
 
16
Panti jompo *
54
17
Rehabilitasi Cacat *
82
18
TK Aisyiyah Bustanul Athfal *
2.289
19
Sekolah Luar Biasa (SLB) *
71
20
Masjid *
6.118
21
Musholla *
5.080
22
Tanah *
20.945.504  


Sejarah Muhammadiyah

 
 Masjid Bersejarah
PROLOG

Muhammadiyah didirikan di Kampung Kauman Yogyakarta, pada tanggal 8 Dzulhijjah 1330 H/18 Nopember 1912 oleh seorang yang bernama Muhammad Darwis, kemudian dikenal dengan KHA Dahlan .
Beliau adalah pegawai kesultanan Kraton Yogyakarta sebagai seorang Khatib dan sebagai pedagang. Melihat keadaan ummat Islam pada waktu itu dalam keadaan jumud, beku dan penuh dengan amalan-amalan yang bersifat mistik, beliau tergerak hatinya untuk mengajak mereka kembali kepada ajaran Islam yang sebenarnya berdasarkan Qur`an dan Hadist. Oleh karena itu beliau memberikan pengertian keagamaan dirumahnya ditengah kesibukannya sebagai Khatib dan para pedagang.
 
Mula-mula ajaran ini ditolak, namun berkat ketekunan dan kesabarannya, akhirnya mendapat sambutan dari keluarga dan teman dekatnya. Profesinya sebagai pedagang sangat mendukung ajakan beliau, sehingga dalam waktu singkat ajakannya menyebar ke luar kampung Kauman bahkan sampai ke luar daerah dan ke luar pulau Jawa. Untuk mengorganisir kegiatan tersebut maka didirikan Persyarikatan Muhammadiyah. Dan kini Muhammadiyah telah ada diseluruh pelosok tanah air.
 
Disamping memberikan pelajaran/pengetahuannya kepada laki-laki, beliau juga memberi pelajaran kepada kaum Ibu muda dalam forum pengajian yang disebut "Sidratul Muntaha". Pada siang hari pelajaran untuk anak-anak laki-laki dan perempuan. Pada malam hari untuk anak-anak yang telah dewasa.
KH A Dahlan memimpin Muhammadiyah dari tahun 1912 hingga tahun 1922 dimana saat itu masih menggunakan sistem permusyawaratan rapat tahunan. Pada rapat tahun ke 11, Pemimpin Muhammadiyah dipegang oleh KH Ibrahim yang kemudian memegang Muhammadiyah hingga tahun 1934.Rapat Tahunan itu sendiri kemudian berubah menjadi Konggres Tahunan pada tahun 1926 yang di kemudian hari berubah menjadi Muktamar tiga tahunan dan seperti saat ini Menjadi Muktamar 5 tahunan.

Timeline Muhammadiyah

Peristiwa Penting dalam Sejarah Muhammadiyah


Tahun 1868 – 1910
 
1868
·    Ahmad Dahlan lahir di Kampung Kauman Yogyakarta dengan nama Muhammad Darwis. Berayahkan K.H. Abu Bakar, seorang Ketib Masjid Besar Kauman Yogyakarta. Ibunya Siti Aminah adalah anak K.H. Ibrahim, penghulu besar di Yogyakarta.
·    Darwis kanak-kanak dikenal sebagai memiliki keahlian membuat barang kerajinan dan mainan. Sebagaimana anak laki-laki lain, ia juga memiliki kegemaran bermain layang-layang dan gasing
·    Saat remaja ia belajar agama Islam tingkat lanjut. Belajar fiqh dari K.H. Muhammad Saleh, belajar nahwu dari K.H. Muhsin, juga pelajaran lainnya didapatkan dari K.H. Abdul Hamid di Lempu­yangan dan K.H. Muhammad Nur.
·    Sebelum haji, jenis kitab yang dibaca Dahlan lebih banyak pada kitab-kitab Ahlussunnah wal jamaah dalam ilmu aqaid, dari madzhab Syafii dalam ilmu fiqh, dan dari Imam Ghazali dalam ilmu tasawuf.
 
1883-88
·    Muhammad Darwis menunaikan ibadah haji yang pertama. Di tanah suci ia belajar kepada banyak ulama. Untuk ilmu hadits belajar kepada Kyai Mahfudh Termas dan Syekh Khayat, belajar qiraah kepada Syekh Amien dan Sayid Bakri Syatha, belajar ilmu falaq pada K.H. Dahlan Semarang, Ia juga belajar pada Syekh Hasan tentang mengatasi racun binatang. Selain dengan guru-guru di atas, selama delapan bulan di tanah suci, ia sempat bersosialisasi dengan Syekh Akhmad Khatib dan Syekh Jamil Jambek dari Minangkabau, Kyai Najrowi dari Banyumas, Kyai Nawawi dari Banten, para ulama dari Arab, serta pemikiran baru yang ia pelajari selama mukim di di Mekah.
 
1888
·    Sepulang dari ibadah haji yang pertama, ia membelanjakan sebagian dari modal dagang sebesar f 500 (lima ratus gulden) yang diberi ayahnya, untuk membeli buku.
 
1889
·    Ahmad Dahlan menikahi Siti Walidah yang kemudian dikenal sebagai Nyai Ahmad Dahlan, pendiri organisasi perempuan ‘Aisyiyah.
 
1896
·    Ayahnya yang menjabat Ketib Amin meninggal. Sesuai dengan kebiasan yang berlaku di Kraton Yogyakarta sebagai anak laki-laki yang paling besar Ahmad Dahlan diangkat sebagai Ketib Amin menggantikan ayahnya.
 
1898
·    Dahlan mengundang 17 ulama di sekitar kota Yogyakarta untuk melakukan musyawarah tentang arah kiblat di musholla milik keluarganya di Kauman. Masalah arah kiblat adalah masalah yang peka pada saat itu. Pembicaraan itu berlangsung hingga shubuh tanpa menghasilkan kesepakatan. Tetapi diam-diam dua orang yang mendengarkan pembicaraan itu beberapa hari kemudian membuat tiga garis putih setebal 5 cm di depan pengimaman masjid besar Kauman untuk mengubah arah kiblat sehingga mengejutkan jemaah salat dzuhur waktu itu. Kyai Penghulu H.M. Kholil Kamaludiningrat memerintahkan untuk menghapus tanda tersebut dan mencari orang yang melakukan itu.
 
1900-1910
·    Panitia Zakat pertama.
·    Panitia kurban pertama.
·    Penggunaan metode hisab menggantikan metode aboge dan melihat hilal.
·    Peristiwa dirobohkannya surau Kyai A. Dahlan.
 
1903
·    Ahmad Dahlan menunaikan haji yang kedua. Ia kembali memperdalam ilmu agamanya kepada guru-guru yang telah mengajarnya saat haji pertama. Ia belajar fiqh kepada Syekh Saleh Bafadal, Syekh Sa’id Yamani, dan Syekh Sa’id Babusyel. Belajar ilmu hadis kepada Mufti Syafi‘I, ilmu falaq pada Kyai Asy’ari Bawean, ilmu qiraat pada Syekh Ali Misri Makkah. Selain itu, selama bermukim di Mekah ini Dahlan juga mengadakan hubungan dan membicarakan berbagai masalah sosial-keagamaan, termasuk masalah yang terjadi di Indonesia dengan para ulama Indonesia yang telah lama bermukim di Arab Saudi, seperti: Syekh Ahmad Khatib, Kyai Nawawi dari Banten, Kyai Mas Abdullah dari Surabaya, dan Kyai Fakih dari Maskumambang.
 
Tahun 1911 - 1920
 
1 Desember 1911
·    Sekolah yang didirikan Ahmad Dahlan diresmikan dan diberi nama Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah. Ketika diresmikan, sekolah itu mempunyai 29 orang siswa dan enam bulan kemudian dilaporkan bahwa terdapat 62 orang siswa yang belajar di sekolah itu.
 
1912
·    Mas Mansur berada di Mesir. Belajar di Perguruan Tinggi Al-Azhar pada Syaikh Ahmad Maskawih. Suasana Mesir pada saat itu sedang gencar-gencarnya membangun dan menumbuhkan semangat kebangkitan nasionalisme dan pembaharuan. Banyak tokoh memupuk semangat rakyat Mesir, baik melalui media massa maupun pidato. Mas Mansur juga memanfaatkan kondisi ini dengan membaca tulisan-tulisan yang tersebar di media massa dan mendengarkan pidato-pidatonya.
·    18 November 1912 M/8 Dzulhijjah 1330H Persyarikatan Muhammadiyah didirikan. Sembilan orang pengurus inti yang pertama adalah Ketua: Ahmad Dahlan, Sekretaris: Abdullah Sirat, Anggota: Ahmad, Abdul Rahman, Sarkawi, Muhammad, Jaelani, Akis, dan Mohammad Fakih.
·    20 Desember, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi. Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari, dan Imogiri dan lain-lain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan mensiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah. Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama’ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan Jama’ah-jama’ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang di antaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta’awamu alal birri Ta’ruf bima kanu wal-Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan Safwan, 1991: 33).
 
1913
·    Pendirian sekolah di Karangkajen.
·    Tiga orang wanita dari Kauman masuk sekolah umum Neutraal Meisjes School di Ngupasan.
·    Algemeene Vergadering II di Yogyakarta.
 
1914
·    Dibentuk organisasi remaja putri Sopo Tresno. Kegiatannya menyantuni anak yatim piatu wanita untuk membantu kelompok pemuda yang bergerak dalam bidang pertolongan kesengsaraan umum.
 
1914
·    Diterbitkan Sworo Muhammadijah dalam bahasa Jawa dan Melayu memakai huruf Jawa dan latin.
·    Algemeene Vergadering III di Yogyakarta.
 
1915
·    Pendirian sekolah di Lempuyangan.
·    Algemeene Vergadering IV di Yogyakarta.
 
1916
·    Pendirian sekolah di Pasar Gede (Kotagede).
·    Menerbitkan Suwara Muhammadiyah yang menggunakan bahasa Jawa sebagai pengantar.
·    Algemeene Vergadering V di Yogyakarta.
 
1917
·    19 Mei/27 Rajab 1335. Berdirinya Aisyiyah sebagai perluasan aktivitas para wanita Muhammadiyah.
·    Sampai tahun ini tercatat ada 4 buah sekolah Muhammadiyah yang mengajarkan ilmu agama Islam dan ilmu umum.
·    Algemeene Vergadering VI di Yogyakarta.
 
1916-1920
·    K.H. A. Dahlan sering mengadakan tabligh di Surabaya yaitu di Gang Peneleh. Dalam pengajian itu H.O.S. Tjokroaminoto, Bung Karno dan Roeslan Abdoelgani untuk pertama kalinya mendengarkan penjelasan tentang Islam dari Kyai H. A. Dahlan
 
19…
·    Pendirian sekolah di Suronatan
 
1918
·    Pendirian sekolah calon guru agama bagi sekolah Ongko Loro (Volkschool). Sekolah ini bernama Al-Qismul Arqa, pelaksanaannya di rumah Ahmad Dahlan.
·    Algemeene Vergadering VII di Yogyakarta.
 
1919
·    Jasa Fakhruddin dalam mengembangkan SI sungguh besar. Berkat jasa-jasanya itu, dia diangkat sebagai Commisaris SI.
 
1919
·    Pendirian Hoogeschool Muhammadijah (sekolah lanjutan).
·    Somodiirdjo berhasil mendirikan perkumpulan yang anggotanya terdiri dari para remaja putra-putri Standard School Muhammadiyah. Perkum­pulan itu diberi nama Siswa Praja (SP). Lima bulan kemudian diadakan pemisahan antara anggota laki-laki dan perempuan yaitu Siswa Praja Wanita yang ketuanya Siti Wasilah. Siswa Praja Wanita kemudian menjadi cikal bakal Nasyiatul Aisyiyah (NA). Sebelum menjadi NA di tahun 1931, Siswa Praja Wanita adalah bagian dari kegiatan Aisyiyah.
·    Algemeene Vergadering VIII di Yogyakarta.
 
1920
·    Dibentuk gerakan kepanduan yaitu Padvinders Muhammadiyah. Kemudian atas usul Hajid nama pandu itu diganti menjadi Hizbul Wathon.
·    Fakhruddin diangkat sebagai Penningmeester (Bendahara) SI. Jabatan itu dipegangnya hingga tahun 1923.
·    Sekolah yang berada di Kauman tidak mampu lagi menampung murid sehingga sebagian murid dipindahkan ke Suronatan. Sekolah di Kauman dipergunakan untuk murid perempuan dan dikenal sebagai Sekolah Pawiyatan Muhammadiyah.
·    Pembentukan organisasi Siswa Praja sebagai wadah kegiatan ekstra kurikuler bagi seluruh siswa sekolah Muhammadiyah. Pembentukan ini atas inisatif Sumodirdjo, kepala sekolah Muhammadiyah Suronatan.
·    Algemeene Vergadering IX Muhammadiyah di Yogyakarta.
·    Pengadaan kelas khusus di Sekolah Angka 2 Suronatan. Kelas khusus ini dimaksudkan untuk siswa Sekolah Angka 2 pemerintah ataupun partikelir yang belum menerima pelajaran agama Islam di sekolah asalnya.
·    Terbentuknya kelompok-kelompok pengajian remaja putri dan putra maupun orang dewasa di sekitar Kauman dan tempat lain dalam Residensi Yogyakarta.
·    Pengadaan kursus agama Islam secara cuma-cuma di Madrasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah Kauman.
·    Penggunaan metode hisab berdasarkan data astronomis untuk menentukan 1 Syawal. Metode ini meninggalkan cara sebelumnya yaitu metode aboge dan melihat hilal.
·    Pendirian Musholla Aisyiyah untuk kegiatan kaum wanita, khususnya di sekitar Kauman, untuk melakukan salat berjamaah dan membicarakan masalah keagamaan.
·               Pencetakan dan penerbitan selebaran tentang agama Islam untuk disebarkan secara cuma-cuma. Sedang penerbitan buku tentang agama Islam masih harus dibeli.
 
1909
·    Ahmad Dahlan resmi menjadi Anggota Budi Utomo. Selanjutnya, ia menjadi pengurus kring Kauman dan salah seorang komisaris dalam kepengurusan Budi Utomo Cabang Yogyakarta
 
1910
·    Ahmad Dahlan juga menjadi anggota Jamiat Khair, organisasi Islam yang banyak bergerak dalam bidang pendidikan dan mayoritas anggotanya adalah orang-orang Arab.
·    Melalui R. Budiharjo dan R Sosrosugondo (pengurus dan anggota Budi Utomo), yang tertarik pada masalah agama Islam, Ahmad Dahlan mendapat kesempatan mengajar agama Islam kepada para siswa Kweekschool Jetis.
·    Keinginan Ahmad Dahlan untuk mendirikan lembaga pendidikan yang menerapkan model sekolah yang mengajarkan ilmu agama Islam maupun ilmu pengetahuan umum terwujud. Sekolah pertama itu dimulai dengan 8 orang siswa, bertempat di ruang tamu rumah Ahmad Dahlan yang berukuran 2,5 m x 6 m, di ia sendiri bertindak sebagai guru. Pada tahap awal proses belajar mengajar belum berjalan lancar. Selain ada pemboikotan masyarakat sekitarnya, para siswa yang hanya 8 orang tersebut juga sering tidak masuk sekolah. Untuk mengatasinya, Ahmad Dahlan tidak segan-segan datang ke rumah para siswanya dan meminta mereka masuk kembali.
 
Tahun 1921 - 1930
 
1921
·    Terbentuk cabang baru di luar residensi Yogyakarta yaitu di Blora (27 November), Surabaya (27 November), dan Kepanjen (21 Desember).
·    7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendi­rikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda (2 September 1921).
·    Pendirian sekolah guru Muhammadiyah yang sederajad dengan Kweekschool milik pemerintah. Nama sekolah itu Pondok Muhammadiyah.
·    Sejak tahun ini, jasa besar Fakhruddin adalah keberhasilannya dalam merintis Majalah Soeara Moehammadijah untuk dijadikan sebagai majalah resminya Hoofdbestuur Muhammadiyah di bawah naungan Bagian Pustaka. Selain itu, dia juga berjasa dalam merintis pendirian Percetakan Persatuan sebagai percetakan milik Muham­madiyah. Melalui percetakan itulah kemudian publikasi gerakan Muhammadiyah dalam bentuk majalah, berita tahunan, almanak dan buku-buku diterbitkan dan disebarluaskan ke daerah-daerah.
·    Fakhruddin pergi ke tanah suci Makkah. Ada dua hal yang dikerjakannya, yaitu melaksanakan ibadah haji dan menjalankan tugas yang diberikan Hoofdbesttur Muhammadiyah untuk menyelidiki sistem perjalanan jamaah haji Indonesia guna diperbaiki. Missi itu dijalankan karena kondisi sistem perjalanan jamaah haji Indonesia yang berlaku saat itu sangat jelek dan merugikan umat Islam Indonesia. Dalam menjalankan tugasnya itu, dia berkesempatan menghadap Raja Syarif Husein untuk membicarakan perbaikan sistem perjalanan jamaah haji Indonesia dan sekaligus memper­kenalkan gerakan Muhammadiyah. Bahkan ia juga berperan besar dalam perintisan pembentukan Persaoedaraan Djamaah Hadji Indonesia (PDHI).
·    Algemeene Vergadering X di Yogyakarta.
 
1922
·    12 April. Dibentuk Bagian Aisyiyah atau Muhammadiyah Istri yang bertanggung jawab dalam kegiatan khusus kaum wanita.
·    Jaavergadering XI Muhammadiyah di Yogyakarta.
·    Pada bulan Oktober, Ahmad Dahlan memimpin delegasi Muhammadiyah dalam kongres Al-Islam di Cirebon. Kongres ini diselenggarakan oleh Sarikat Islam (SI) guna mencari aksi baru untuk konsolidasi persatuan ummat Islam. Dalam kongres tersebut, Muhammadiyah dan Al-Irsyad (perkumpulan golongan Arab yang berhaluan maju di bawah pimpinan Syeikh Ahmad Surkati) terlibat perdebatan yang tajam dengan kaum Islam ortodoks dari Surabaya dan Kudus. Muhammadiyah dipersalahkan menyerang aliran yang telah mapan (tradisionalis-konservatif) dan dianggap membangun mazhab baru di luar mazhab empat yang telah ada dan mapan. Muhammadiyah juga dituduh hendak mengadakan tafsir Qur’an baru, yang menurut kaum ortodoks-tradisional merupakan perbuatan terlarang. Menanggapi serangan tersebut, Ahmad Dahlan menjawabnya, “Muhammadiyah berusaha/bercita-cita mengang­kat agama Islam dari keadaan terbelakang. Banyak penganut Islam yang menjunjung tinggi tafsir para ulama dari pada Qur’an dan Hadits. Umat Islam harus kembali kepada Qur’an dan Hadis. Harus mempelajari langsung dari sumbernya, dan tidak hanya melalui kitab-kitab tafsir”.
·    Kegelisahan pikiran Sutan Mansur yang selalu menginginkan perubahan dan pembaharuan ajaran Islam menemukan pilihan aktivitasnya, ketika ia berinteraksi dengan Ahmad Dahlan yang sering datang ke Pekalongan untuk bertabligh. Dari interaksi itu, akhirnya ia tertarik untuk bergabung dengan Persyarikatan Muhammadiyah (1922), dan mendirikan Perkumpulan Nurul Islam di Pekalongan bersama para pedagang dari Maninjau yang telah masuk Muhammadiyah. Ia menemukan Islam dalam Muhammadiyah tidak hanya sebagai ilmu semata dengan mengetahui dan menguasai seluk-beluk hukum Islam secara detail sebagaimana yang terjadi di Minangkabau, tetapi ada upaya nyata untuk mengamalkannya. Ia begitu terkesan ketika anggota-anggota Muhammadiyah menyembelih qurban seusai menunaikan Shalat Iedul Adha dan membagi-bagikannya pada fakir miskin.
·    Pendirian sekolah dasar yaitu Sekolah Angka 1 dengan nama HIS Met de Qur’an.
·    Nama besar Fakhruddin ternyata tercatat di berbagai peristiwa besar di negeri ini. Ketika diadakan Konggres al-Islam Hindia I di Cirebon tahun 1922, dia diangkat menjadi Commite Pengusaha Pendiri Majlis Al-Islam Hindia.
 
 
1923
·    23 Februari /7 Rajab 1340 K.H. Ahmad Dahlan meninggal dunia.
·    Perkoempoelan Tahoenan XII Muhammadiyah di Yogyakarta.
·    Kweekschool Muhammadijah dipecah menjadi Mu’allimin dan Mu’allimat.
·    Perkoempoelan Tahoenan (kemudian menjadi Congres) Muhammadiyah di Jogjakarta memilih K.H. Ibrahim sebagai Ketua Pengurus Besar. Beliau menjabat sampai Congress ke-23 di Jogjakarta tahun 1934. K.H. Ibrahim berhasil mendorong berdirinya Koperasi Adz-Dzakirat.
·    Pendirian rumah sakit pertama di Yogyakarta kemudian diikuti pendirian rumah sakit di Bandung, Sepanjang, Surabaya, Ujungpandang (Makassar), Semarang, dan Banjarmasin.
 
1924
·    K.H. Ibrahim mendirikan Fonds Dachlan yang bertujuan membiayai sekolah untuk anak-anak miskin.
·    Berdirinya Panti Asuhan pertama.
·    Kongres XIII Muhammadiyah di Yogyakarta.
 
1925
·    K.H. Ibrahim juga mengadakan khitanan massal. Di samping itu, ia juga mengadakan perbaikan badan perkawinan untuk menjodohkan putra-putri keluarga Muhammadiyah. Dakwah Muham­madiyah juga secara gencar disebar­luaskan ke luar Jawa
·    Percetakan Persatuan mulai dapat beroperasi.
·    Rapat Besar Tahunan XIV di Yogyakarta.
·    Berdirinya rumah miskin pertama.
·    Fakhruddin menggerakkan pawai ummat Islam untuk memprotes kebijakan residen Yogyakarta yang terlalu menganakemaskan misi dan zending Kristen. Efeknya, ummat Islam sadar akan jatidirinya sebagai golongan yang mayoritas.
 
1925
·    Terjadi ancaman dan konflik antara Muhammadiyah dengan orang-orang komunis di Ranah Minang pada akhir 1925. Sutan Mansur diutus Hoofdbestuur Muhammadiyah untuk memimpin dan menata Muhammadiyah yang mulai tumbuh dan bergeliat di Minangkabau.
 
1926
·    Kongres Muhammadiyah ke-15 di Surabaya,
·    Haji Soedjak membentuk Bagian Penolong Haji.
·    Berangkatnya Mas Mansur dan H.O.S. Tjokro­aminoto ke Arab sebagai utusan Hindia
·    Kiprah politik Fakhruddin melalui SI hanya dapat bertahan sampai tahun 1926, karena adanya kemelut di kalangan anggota SI yang kemudian mengeluarkan peraturan disiplin partai, yaitu pelarangan rangkap keanggotaan bagi anggota SI. Berkaitan dengan peraturan tersebut, Fakhruddin memilih untuk tetap di Muhammadiyah. Fakhruddin juga dikenal sebagai seorang demonstran yang cukup terkenal. Bersama-sama dengan Suryopranoto (yang dikenal dengan sebutan stakings koning atau raja pemogokan), dia pernah menggerakkan demonstrasi buruh perkebunan tebu untuk menuntut hak, kehormatan, dan upah yang wajar. Oleh karenanya, ia pernah dituntut di pengadilan dengan dikenai denda 300 Gulden.
·    Fakhruddin juga dipilih oleh Konggres al-Islam Hindia dan Commite Chilafat sebagai utusan untuk datang ke Konggres Chilafat di Mesir. Oleh karena Konggres Chilafat tersebut ditunda, dia tidak jadi berangkat.
·    Terbentuknya Gabungan Keluarga Pelajar Muhammadiyah (GKPM) di Malang dan Garut.
·    Antara 1926-1929 Muhammadiyah mulai dikenal luas di luar pulau Jawa.
 
1927
·    Sutan Mansur bersama Fakhruddin melakukan tabligh dan mengembangkan Muhammadiyah di Medan dan Aceh.
·    Kongres Muhammadiyah ke-16 di Pekalongan
 
1928
·    Fakhruddin meninggal dalam usia muda, sekitar 39 tahun, tanggal 28 Februari 1929.
·    Muhammadiyah mengirim putra-putri lulusan sekolah-sekolah Muhammadiyah (Mu‘allimin, Mu‘allimat, Tabligh School, Normaalschool) ke seluruh pelosok tanah air, yang kemudian di kenal dengan ‘anak panah Muhammadiyah’ (AR Fachruddin, 1991).

·    Pada Kongres Muhammadiyah ke-17 di Jogjakarta yaitu pada masa kepemimpinan K.H. Ibrahim, Muhammadiyah mendirikan Uitgeefster My, yaitu badan usaha penerbit buku-buku sekolah Muhammadiyah yang bernanung di bawah Majelis Taman Pustaka. Pada waktu itu pula terjadi penurunan gambar Ahmad Dahlan karena pada saat itu ada gejala mengkultuskan beliau.
·    Sutan Mansur berada di barisan depan dalam menentang upaya pemerintah Belanda menjalankan peraturan Guru Ordonansi yaitu guru-guru agama Islam dilarang mengajar sebelum mendapat surat izin mengajar dari Pemerintah Belanda. Peraturan ini dalam pandangan Sutan Mansur akan melenyapkan kemerdekaan menyiarkan agama dan pemerintah Belanda akan berkuasa sepenuhnya dengan memakai ulama-ulama yang tidak mempunyai pendirian hidup. Sikap yang sama juga ia perlihatkan ketika Jepang berikhtiar agar murid-murid tidak berpuasa dan bermaksud menghalangi pelaksanaan shalat dengan mengadakan pertemuan di waktu menjelang maghrib.
 
1929
·    Kongres Muhammadiyah ke-18 di Surakarta.
·    Sutan Mansur berhasil mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di Banjarmasin, Kuala Kapuas, Mendawai, dan Amuntai.
 
1930
·    Kongres Muhammadiyah ke-19 di Bukittinggi (14-26 Maret 1930). Kongres ini memutuskan bahwa di setiap karesidenan harus ada wakil HB Muham­madiyah yang dinamakan Konsul Muhammadiyah.
·               Berdirinya Muhammadiyah cabang Merauke.
Tahun 1931 - 1940

 1931
·    Sutan Mansur dikukuhkan sebagai Konsul Muhammadiyah sampai 1944. Sutan Mansur juga membuka dan memimpin Kulliyah al-Muballighin Muhammadiyah di Padang Panjang.
·    Kongres Muhammadiyah ke-20 di Jogjakarta. Dalam kongres ini diputuskan Siswa Praja Wanita menjadi Nasyiatul Aisyiyah.

1932
·    Kongres Muhammadiyah ke-21 di Makasar pada tahun memutuskan supaya Muhammadiyah menerbitkan surat kabar (dagblaad). Untuk pelaksanaannya diserahkan kepada Pengurus Muhammadiyah Cabang Solo, yang di kemudian hari dinamakan Adil.
·    2 Mei/26 Dzulhijjah 1350. Berdirinya Pemuda Muhammadiyah.
·    Sampai tahun ini Muhammadiyah sudah memiliki 103 Volkschool, 47 Standaardschool, 69 Hollands Inlandse School (HIS), dan 25 Schakelschool, yaitu sekolah lima tahun yang akan menyambung ke MULO (Meer Uitgebreid Lager Onderwijs yang setingkat SLTP saat ini) bagi murid tamatan vervolgschool atau standaardschool kelas V. Dalam sekolah-sekolah Muhammadiyah tersebut juga dipakai bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar.

1932
·    Sekolah-sekolah Muhammadiyah saat itu merupakan salah satu lembaga pendidikan yang didirikan pribumi yang dapat menyamai kemajuan pendidikan sekolah-sekolah Belanda, sekolah-sekolah Katolik, dan sekolah-sekolah Protestan.

1933
·    Kongres Muhammadiyah ke-22 di Semarang (Kongres Muhammadiyah terakhir dalam periode kepemimpinan KH. Ibrahim). Cabang-cabang Muhammadiyah telah berdiri hampir di seluruh tanah air.

1934
·    Kongres Muhammadiyah ke-23 di Yogyakarta memilih K.H. Hisyam sebagai Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah.

1935
·    Kongres Muhammadiyah ke-24 di Banjarmasin memilih kembali K.H. Hisyam.

1936
·    Kongres Muhammadiyah ke-25 di Batavia (Jakarta) K.H. Hisyam masih dipilih.

1937
·    Mas Mansur menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah hasil keputusan Congres ke-26 di Jogjakarta (sampai tahun 1943).
·    Mas Mansur banyak menghasilkan tulisan-tulisan yang berbobot. Pikiran-pikiran pembaruannya dituangkannya dalam media massa. Majalah yang pertama kali diterbitkan bernama Suara Santri. Kata santri digunakan sebagai nama majalah, karena pada saat itu kata santri sangat digemari oleh masyarakat.
·    Majalah Jinem merupakan majalah kedua yang pernah diterbitkan oleh Mas Mansur. Majalah ini terbit dua kali sebulan dengan menggunakan bahasa Jawa dengan huruf Arab.

1937
·    Mas Mansur juga pernah menjadi redaktur majalah Kawan Kita di Surabaya.
·    Setelah menjadi Ketua Pengurus Besar Muhammadiyah, ia pun mulai melakukan gebrakan politik yang cukup berhasil bagi ummat Islam dengan memprakarsai berdirinya Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) bersama KHA. Dahlan dan KH. Wahab Hasbullah yang keduanya dari Nahdlatul Ulama (NU). Ia juga memprakarsai berdirinya Partai Islam Indonesia (PII) bersama Dr. Sukiman Wiryosanjaya sebagai perimbangan atas sikap non-kooperatif dari Partai Syarikat Islam Indonesia (PSII). Demikian juga ketika Jepang berkuasa di Indonesia, Mas Mansur termasuk dalam empat orang tokoh nasional yang sangat diperhitungkan, yang terkenal dengan empat serangkai, yaitu Soekarno, Mohammad Hatta, Ki Hajar Dewantara, dan Mas Mansur. Namun kekejaman pemerintah Jepang yang luar biasa terhadap rakyat Indonesia menyebabkannya tidak tahan dalam empar serangkai tersebut, sehingga ia memutuskan untuk kembali ke Surabaya, dan kedudukannya dalam empat serangkai digantikan oleh Ki Bagus Hadikusumo.
·    Ketika pecah perang kemerdekaan, Mas Mansur belum sembuh benar dari sakitnya. Namun ia tetap ikut berjuang memberikan semangat kepada barisan pemuda untuk melawan kedatangan tentara Belanda (NICA). Akhirnya ia ditangkap oleh tentara NICA dan dipenjarakan di Surabaya. Di tengah pecahnya perang kemerdekaan yang berkecamuk itulah, Mas Mansur meninggal di tahanan pada tanggal 25 April 1946.
·    K.H. Faqih Usman aktif dalam Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI) melawan kedatangan tentara Belanda (NICA). Akhirnya ia ditangkap oleh tentara NICA dan dipenjarakan di Surabaya. Di tengah pecahnya perang kemerdekaan yang berkecamuk itulah, Mas Mansur meninggal di tahanan pada tanggal 25 April 1946.
·    K.H. Faqih Usman aktif dalam Majelis Islam A’la Indonesia (MIAI).

1938
·    Ketika Bung Karno diasingkan ke Bengkulu, Sutan Mansur menjadi penasehat Agama Islam bagi Bung Karno.
·    Bung Karno menjadi guru sekolah rendah Muhammadiyah di Bengkulu (Adams, 1966;193).

1939
·    Kongres Muhammadiyah ke-28 di Medan.
·    Penolong Kesengsaraan Oemat menjadi bagian dari Aisyiyah.