Minggu, 20 Februari 2011

HUKUM PEMAKAIAN SAJADAH DI MASJID DAN HUKUM MENYIMPAN UANG KAS MUHAMMADIYAH DI BANK (BNI)

HUKUM PEMAKAIAN SAJADAH DI MASJID
DAN HUKUM MENYIMPAN UANG KAS MUHAMMADIYAH DI BANK (BNI)
Penanya:
H. Tamrin Harahap dan Aziz Harahap, Ketua dan Sekretaris PRM Sibaruang
(disidangkan pada hari Jum’at, 24 Shaffar 1427 H / 24 Maret 2006 M)
Pertanyaan:
1. Bagaimana hukumnya pemakaian sajadah (tempat shalat) di masjid?
2. Bagaimana hukumnya menyimpan uang kas Muhammadiyah di bank (BNI)?
Jawaban:
1. Untuk menjawab pertanyaan yang pertama, kami kemukakan beberapa hadits sebagai
berikut:
عَنْ ج ابِرٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ ق ال : إِنَّ أَب ا س عِيْدٍ دَخ لَ عَل ى رَس ولِ اللهِ ص لَّى اللهُ عَلَي هِ
وَسَ لَّمَ فَوَجَدَهُ يُصَلِّى عَلَى حَصِيْ رٍ. [رواه مسلم ].
Artinya: “Diriwayatkan dari Jabir ra., ia berkata: Bahwa Abu Sa‘id masuk ke rumah
Rasulullah saw, mendapatkan (melihat) beliau sedang shalat di atas tikar dan
bersujud padanya.” [HR. Muslim].
ع نْ مَيْمُوْن ةَ رَض يَ اللهُ عَنْه ا قَال تْ ك انَ رَس ولُ اللهِ ص ل ى اللهُ عَلَي هِ وَس ل مَ يُص لِّى
عَلَى اْلخُمْرَ ةِ. [ رواه الجماعة إلا الترمذى ].
Artinya: “Diriwayatkan dari Maimunah ra., ia berkata: Bahwa Rasulullah saw shalat di
atas hamparan yang dibuat dari anyaman pelepah kurma.” [HR. alJama‘
ah
kecuali atTirmidzi].
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ كَانَ رَسُولُ اللهِ يُخَالِطُنَا حَتَّى ك انَ ي ق ولُ ل أَخِ
لِى صَغِيْرٍ يَا أَبَا عُمَيْرَ م ا فَع لَ الن غَي رُ فَق الَ وَنُض حَ بِس اطٌ لَن ا فَص لَّى عَلَي هِ. [ رواه
الترمذى ].
Artinya: “Diriwayatkan dari Anas Ibn Malik ra., ia berkata bahwa Rasulullah saw selalu
bersama kami, sehingga pada suatu saat beliau berkata kepada adikku yang
masih kecil; Wahai Abu ‘Umair, apa yang dilakukan oleh anak burung serindit?
Anas berkata: Disiramlah hamparan permadani itu, kemudian beliau shalat di
atasnya.” [HR. atTirmidzi].
Memperhatikan haditshadits
yang ditulis di atas, kami berpendapat bahwa
dibenarkan shalat di atas sajadah atau alas lain, sepanjang suci; baik untuk shalat di rumah
maupun untuk shalat di masjid.
2
2. Perlu diketahui bahwa pada saat ini BNI ada dua macam, yakni BNI konvensional yang
dalam praktik perbankan menggunakan sistem bunga; dan BNI syariah yang dalam praktik
perbankannya menggunakan sistem bagi hasil (mudlarabah). Boleh jadi yang saudara
tanyakan atau dimaksudkan dalam pertanyaan tersebut adalah BNI konvensional. Terhadap
penggunaan bank milik Pemerintah yang konvensional ini, dalam Muktamar Majelis Tarjih
1968 di Sidoarjo Jawa Timur, dan
sampai saat ini belum ada perubahan,diputuskan:
Bunga yang diberikan oleh bankbank
milik negara kepada para nasabahnya atau
sebaliknya yang selama ini berlaku, termasuk perkara musytabihat. Kata musytabihat
dalam pengertian bahasa ialah perkara (sesuatu) yang tidak jelas. Adapun menurut
pengertian Syara’ ialah sebagaimana yang tersimpul dalam Hadits riwayat alBukhari
dan
Muslim dari Nu'man Ibn Basyir yang kesimpulannya sebagai berikut: Bahwasanya yang
halal sudah jelas, demikian pula yang haram, yaitu telah dijelaskan oleh alQur’an
maupun
alHadits
dengan nashnash
sharihnya. Misalnya, daging kambing halal dimakan dan
daging babi haram dimakan. Selain yang telah ditentukan hukumnya dengan jelas itu,
terdapat beberapa hal yang hukumnya tidak jelas bagi seseorang atau beberapa orang,
apakah itu halal atau haram, sehingga dari mereka timbul raguragu
dan tidak dapat
menentukan salah satu di antara dua macam hukum itu. Perkara yang masih meragukan dan
tidak jelas hukumnya inilah yang disebut musytabihat.
Terhadap hal yang masih musytabihat atau masih diragukan hukumnya, Nabi Muhammad
saw telah menganjurkan agar kita berlaku hatihati
dengan menghindari atau menjauhinya
demi untuk menjaga kemurnian jiwa dalam pengabdian kita kepada Allah Swt. Hal ini
dikecualikan manakala dalam rangka menjaga kemaslahatan kehidupan baik dalam urusan
keduniaan maupun urusan keakhiratan tidak ada jalan lain atau nyaris tidak mungkin untuk
dihindari, seperti di suatu daerah yang tidak atau belum ada lembaga keuangan seperti bank
yang beroperasi dengan menggunakan sistem syariah. Namun pada saat ini lembaga
keuangan syariah sudah berdiri di berbagai tempat, seperti BNI juga telah membuka kantor
cabang BNI Syariah di berbagai daerah. Selain itu, di berbagai dareah juga telah berdiri
Baitul Mal wat Tamwil (BMT).
Dengan memperhatikan keterangan di atas, hendaknya dana milik Muhammadiyah
disimpan di lembaga keuangan yang beroperasi dengan menggunakan sistem syariah,
misalnya BNI Syariah. Jika demikian, dana milik Muhammadiyah yang telah terlanjur
disimpan di BNI konvensional dapat dipindahkan ke BNI Syariah yang terdekat yang telah
ada, atau di lembaga keuangan syariah yang lain. Jika memang di daerah saudara belum
ada lembaga keuangan syariah, maka tentunya masih dibolehkan menggunakan Bank
konvensional milik Pemerintah, mengingat sebuah hadits:
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَا رَ. [ رواه أحمد وابن ماجه ].
Artinya: “Tidak boleh membuat kemadlaratan pada diri sendiri dan tidak boleh membuat
kemadlaratan pada orang lain.” [HR. Ahmad dan Ibnu Majah].
Dan kaidah ushul fiqh:
الض ر وْ رَاتُ تُب ي حُ ا لم ح ض وْ رَاتِ
Artinya: “Kemadlaratankemadlaratan
itu membolehkan laranganlarangan”
Wallahu a’lam bishshawab. *dw)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar