Minggu, 20 Februari 2011

SHALAT SUNAT SESUDAH SHALAT JUM’AT, SHALAT SUNAT FAJAR, DAN SHALAT SUNAT IFTITAH

SHALAT SUNAT SESUDAH SHALAT JUM’AT, SHALAT SUNAT FAJAR,
DAN SHALAT SUNAT IFTITAH
Penanya:
Muh. Taufiq,
Ranting Muhammadiyah Lalebata, Rappang, Sulawesi Selatan
Pertanyaan:
1. Empat rakaat shalat sunah sesudah shalat Jum’at dikerjakan berturutturut
dengan
sekali salam, atau dua rakaat dua
rakaat dengan dua kali salam, mana yang benar
dan afdhal?
2. Shalat sunat fajar itu shalat sunat shubuh atau shalat sunat tersendiri?
3. Shalat sunat iftitah sebelum shalat tarawih ada yang berpendapat lebih afdhal kalau
dikerjakan secara berjamaah atau sendirian. Mana yang benar?
Jawaban:
Pertanyaan pertama, dapat kami berikan jawaban sebagai berikut:
Kalau melihat kepada matan/redaksi hadits Nabi saw riwayat Muslim dari Abu
Hurairah ra yang berbunyi:
مَنْ كَانَ مِنْكُمْ مُصَلِّيًا بَعْدَ الْجُمْعَةِ فَلْيَصِلْ أَرْبَعًا . [ رواه مسلم عن أبي
هريرة ].
Artinya: “Barangsiapa di antara kamu mengerjakan shalat sesudah (shalat)
Jum’at, maka hendaklah shalat empat rakaat.” [HR. Muslim dari Abu Hurairah].
Maka kita mengerjakan shalat itu empat rakaat sebagaimana kita mengerjakan
shalat tarawih, yang didasarkan kepada hadits dari Aisyah, karena lafadznya berbunyi:
فَلْيَصِلْ أَرْبَعًا , bukan berbunyi: .فَلْيَصِلْ رَكْعَتَيْنِ رَكْعَتَيْنِ
Pertanyaan kedua, yang dimaksud dengan shalat fajar dua rakaat itu ialah shalat
sunat dua rakaat sebelum shalat shubuh. Dengan lain perkataan, shalat sunat sebelum
shalat shubuh disebut juga dengan shalat fajar.
Dua rakaat shalat sunat sebelum shalat shubuh sangat dipelihara oleh Nabi saw,
sekalipun beliau dalam bepergian.
Pertanyaan ketiga, mengenai shalat sunat iftitah sebelum shalat tarawih boleh
dilakukan dengan berjamaah, seperti tersebut di dalam hadits yang bersumber pada
shahabat Ibnu Abbas ra, yang diriwayatkan oleh Abu Dawud dan lainlainnya,
kata Ibnu
Abbas:
بِتُّ عِنْدَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّي اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَيْلَةً وَهُوَ عِنْدَ مَيْمُوْنَةَ ٬ فَقَامَ حَتَّي
ذَهَبَ ثُلُثُ اللَّيْلِ أَوْ نِصْفُهُ اسْتَيْقَظَ فَق امَ إِلَى شِنٍ فِيْهِ مَاءٌ فَتَوَضَّأَ وَتَوَضَّأْتُ
مَعَهُ ٬ ثُمَّ قَامَ فَقُمْتُ إِلَى جَنْبِهِ عَلَى يَسَارِهِ فَجَعَلَنِي عَلَى يَمِيْنِهِ ٬ ثُمَّ وَضَعَ يَدَهُ
عَلَى رَأْسِي كَأَنَّهُ يَمُسُّ أُذُنِي كَأَنَّهُ يُوْقِظُنِي ٬ فَصَلَّى رَكْعَتَيْنِ خَفِيْ فَتَيْنِ ٬ قَدْ قَرَأَ
فِيْهَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ فِى كُلِّ رَكْعَةٍ ٬ ثُمَّ سَلَّمَ ثُمَّ صَلَّى حَتَّي إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةٍ
بِالْوِتْرِ ثُمَّ نَامَ فَأَتَاهُ بِلاَلُ فَقَال : الصَّلاَةُ يَا رَسُوْلَ اللهِ ٬ فَقَامَ فَرَكَعَ رَكْعَتَيْنِ ٬ ثُمَّ
صَلَّى ب النَّاس . [ رواه أبو داود عن ابن عباس ].
Artinya: “Aku bermalam di rumah Rasulullah saw pada suatu malam, ketika itu
beliau berada di rumah Maimunah, lalu setelah lewat sepertiga atau seperdua malam
beliau bangun dan pergi menuju ke tempat air lalu berwudlu, dan berwudlu pula kau
bersama beliau. Kemudian beliau berdiri, aku di samping kirinya, lalu beliau
menempatkan aku di sebelah kanannya, beliau meletakkan tangannya atas kepalaku
seakanakan
beliau mengusap telingaku, seolaholah
beliau membangunkanku. Lalu
Nabi saw shalat ringan dua rakaat hanya membaca Ummul Qur’an (surat AlFatihah)
saja pada tiap rakaat, kemudian salam. Kemudian beliau shalat sampai sebelas rakaat
bersama witir. Kemudian beliau tidur. Sesudah itu (sebentar kemudian) datanglah Bilal
dan berkata: Shalat ya Rasulallah, maka beliau pun berdiri dan shalat dua rakaat
(shalat sunat shubuh atau fajar), kemudian baru beliau shalat (berjamaah) bersama
orang banyak.” [HR. Abu Dawud dari Ibnu Abbas].
Dari hadits tersebut, jelas sekali bahwa shahabat Ibnu Abbas mengerjakan shalat
iftitah ma’mum bersama Nabi saw. Hanya perlu perhatian bahwa shalat sunat dilakukan
Nabi saw di rumah beliau, bukan di masjid. Tetapi kebanyakan kita sekarang ini
melakukan ibadah sunat di masjid; seperti shalat tarawih datang ke masjid, belum
melakukan shalat iftitah karena ingin mengerjakan shalat fardlu Isya secara berjamaah
lebih dahulu. Sesudah selesai shalat berjamaah Isya, tentu tidak pulang ke rumah lagi
karena ingin mendengar ceramah, ini juga suatu kebaikan. Setelah mendengar ceramah
baru dilakukan shalat iftitah secara berjamaah atau boleh saja sendirisendiri,
tetapi
dengan berjamaah akan lebih afdhal. Pendek kata, agama itu mudah, tetapi jangan
dimudahmudahkan.
*th)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar