Minggu, 20 Februari 2011

HUKUM ZIKIR BERJAMAAH ( 1 )

HUKUM ZIKIR BERJAMAAH (1)
Penanya:
Suratman, Pelanggan SM No. 200002801
Bangilan, Tuban, Jawa Timur
Pertanyaan:
Apakah zikir berjamaah dibawah seorang pemandu, adakah disyariatkan dalam
Islam? Mohon penjelasan! Terima kasih.
Jawaban:
Masalah yang saudara tanyakan itu, sebenarnya bukan soal baru. Zikir
berjamaah sudah lama berkembang dalam masyarakat kaum muslimin. Hanya pada
akhirakhir
ini ia begitu ngetrend dan ngetop karena sudah dikemas sedemikian rupa
yang disertai dengan busana putihputih,
berkopiah putih, atau bersurban, dan dipandu
oleh seseorang yang dianggap ‘alim, mempunyai suara yang merdu, dan berpenampilan
menarik. Seperti yang dilakukan oleh saudara Arifin Ilham dan kawankawan,
kelihatan
syahdu dan meneteskan air mata oleh para pelakunya, serta ditayangkan oleh media
elektronik/media cetak yang ditonton oleh para pemirsa. Untuk menguatkan keabsahan
zikir berjamaah itu, disusun pula buku panduan dengan mengutip sejumlah haditshadits
Nabi saw yang bersifat umum tentang zikir.
Menurut pengamatan pengasuh rubrik ini, zikir berjamaah seperti itu sudah
terstruktur kaifiyatnya sedemikian rupa yang tidak kita jumpai dalam praktik Nabi saw,
para sahabat, dan ulama salaf.
Sebagaimana kita ketahui bahwa kata “zikir” baik yang ada dalam alQur’an
atau dalam haditshadits
bersifat umum yang memerlukan penafsiran sesuai dengan
konteksnya masingmasing.
Itulah sebabnya, maka zikir itu ada tiga macam, seperti
dikatakan oleh arRazi
dalam kitab tafsirnya:
أَمَّا الذِّكْرُ فَقَدْ يَكُوْنُ بَاللِّسَانِ وَقَدْ يَكُوْنُ بَ اْل قَلْبِ وَقَدْ يَكُوْنُ بَ اْلجَوَارِح .
Artinya: “Adapun dzikir itu kadang kala dengan lidah, kadang kala dengan hati,
dan kadang kala dengan anggota tubuh.”
Berzikir dengan lidah seperti memuji Allah, bertasbih dan membaca alQur’an.
Berzikir dengan hati memikirkan dalildalil
tentang Zat Tuhan, sifatsifatNya,
serta
memikirkan pula dalildalil
yang menunjukkan bebananbebanan
(taklif) dari Allah,
hukumhukumNya,
perintahperintahNya,
serta laranganlaranganNya,
janji dan
ancamanNya,
juga memikirkan rahasiarahasia
ciptaan Allah SWT.
Adapun zikir yang mencakup ketiga macam, yaitu zikir hati, zikir lisan, dan
anggota tubuh, ialah ibadah shalat lima waktu. Pengertian zikir dalam firman Allah QS.
AlBaqarah
(2): 152; فَاذْكُرُونِي أَذْكُرْكُمْ yang artinya; “Karena itu, ingatlah
(berzikirlah) kamu kepadaKu
niscaya Aku ingat (zikir) pula kepadamu”, adalah
mempunyai cakupan yang luas sekali, yaitu ada sepuluh macam (lihat Tafsir MafatihulGhaibi
karangan arRazi
pada waktu dia menafzirkan potongan ayat tersebut di atas.
Pengertian zikir dalam hadits riwayat Muslim dari Abu Sa‘id alKhudri
walaupun mengarah kepada zikir lisan, juga masih bersifat umum. Kalau pengertian
zikir di situ mau dibawa kepada zikir lisan berjamaah, maka harus mengerti tentang
kaifiyatnya apa diterangkan oleh Nabi saw, tidak boleh menurut hasil ijtihad kita
sematamata.
Dikatakan oleh Imam asySyafi‘
i di dalam Kitab alUm,
seperti dikutip Prof.
T.M. hasbi ashShiddieqy
dalam bukunya Koleksi Haditshadits
Hukum juz 4 halaman
215216,
sewaktu asySyafii
mengomentari hadits riwayat alBukhari,
Muslim dan Abu
Dawud dari sahabat Ibnu Abbas, bahwa asySyafii
mengutarakan supaya para imam dan
makmum berzikir sesudah shalat dengan suara yang pelan (tidak keras), kecuali bila
imam menghendaki supaya zikir itu dipelajari oleh makmum. Di kala demikian barulah
zikir itu dikeraskan, dan setelah dirasakan (diperkirakan) makmum sudah mengetahui
(hafal), maka kembali lagi zikir itu dibaca pelan. AsySyafii
berpendapat bahwa Nabi
saw mengeraskan zikir seketika saja (tidak terus menerus) untuk dipelajari oleh para
sahabat.
Dari uraian singkat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa kalau berzikir itu
sekedar ingin mengajarkan orang, maka diperbolehkan dengan suara keras. Sebahagian
besar ulama salaf memakruhkan bahkan mengharamkan berzikir dengan suara keras,
dengan alasan Nabi tidak menuntunkan seperti itu. Memang ada segolongan kecil ulama
yang membenarkan zikir berjamaah dengan suara keras, tapi disertai dengan sejumlah
syarat yang ketat.
Menurut pengasuh rubrik ini, jalan yang terbaik yang harus kita tempuh adalah
tidak melakukan zikir berjamaah dengan suara keras, kecuali sekedar untuk mengajar
para jamaah. Kita jauhi halhal
yang dipraktikkan oleh Nabi saw dalam soal ibadah,
agar kita tidak terjerumus ke dalam kancah perbuatan bid‘ah yang sangat dicela oleh
agama. *th)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar